Terkendala Aturan, BPBD Sleman Sebut Peralatan Mitigasi Bencana untuk Destana Masih Minim

BPBD kesulitan untuk memberikan support peralatan ke desa.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 26 Januari 2022 | 17:47 WIB
Terkendala Aturan, BPBD Sleman Sebut Peralatan Mitigasi Bencana untuk Destana Masih Minim
Beberapa alut dan personel stand by untuk mengantisipasi bencana erupsi Gunung Merapi di Pusdalops BPBD Sleman, Rabu (11/11/2020). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman menyatakan terus bersiap untuk menghadapi puncak musim hujan tahun ini. Namun keterbatasan pengadaan peralatan khususnya pada desa tangguh bencana (destana) membuat penanganan di lapangan kadang terganggu. 

Kepala Seksi Mitigasi Bencana BPBD Sleman, Joko Lelono mengakui bahwa selama ini pihaknya masih kesulitan untuk memberikan dukungan peralatan itu ke desa-desa. Hal itu disebabkan aturan bahwa diharuskan lembaga sudah berbadan hukum yang bisa diberikan bantuan.

"Selama ini yang jadi masalah itu diperalatan sebetulnya, karena BPBD kesulitan untuk memberikan support peralatan ke desa. Jadi kalau mau bisa dibantu harus lembaga yang sudah berbadan hukum," kata Joko saat dihubungi awak media, Rabu (26/1/2022).

Padahal, diungkapkan Joko, destana-destana yang ada di Bumi Sembada hampir semuanya belum berbadan hukum. Sehingga perbantuan untuk peralatan ke desa itu yang cukup terhambat.

Baca Juga:Tracing Bupati Sleman, 10 Orang Positif Covid-19

"Ketentuan bansos itu yang diberikan oleh pemda ke desa itu terbentuk seperti itu. Jadi kita kesulitan untuk memberikan bantuan support peralatan. Sementara dari BPBD paling mengadakan lomba destana nanti menang semua lalu dikasih peralatan," ungkapnya.

Joko menyebut bahwa memang pemberian peralatan mitigasi ke desa itu yang masih menjadi kendala selama ini. Sebab dari sisi penganggaran untuk peralatan sendiri tidak ada persoalan.

Namun pemberian alat itu ke desa setelah dibeli yang belum bisa dilakukan. Sehingga nantinya alat-alat itu kemudian malah menjadi aset milik BPBD saja bukan desa.

"Kalau misalnya bisa diberikan kan tidak menjadi asetnya BPBD, pemeliharaan bisa di desa karena aset diberikan. Itu yang teknisnya enggak bisa karena kalau mau memberikan seperti itu ke desa oleh BPBD itu harus berbadan hukum. Sebab kalau tidak nanti dikira KKN dan lain-lain," terangnya.

Disampaikan Joko, selama peralatan itu belum bisa diserahkan ke desa maka BPBD masih akan terus mendukung dari segi saran dan prasarana. Terlebih jika ada kejadian bencana yang kemudian memerlukan evakuasi.

Baca Juga:Jadwal Laga Mundur, PSS Sleman Anggap sebagai Keuntungan

BPBD sendiri kemudian hanya berfungsi sebagai koordinator dan mendukung dari segi peralatan. Termasuk jika membutuhkan tambahan peralatan dari satuan kerja perangkat daerah lainnya.

"Peralatan kita support dari TRC-nya. Jadi kalau misalnya ada penanganan yang tidak bisa tertangani oleh teman-teman di desa nanti kita koordinasi dengan TRC, kalau TRC tidak mampu nanti koordinasi dengan SKPD lainnya," tuturnya.

Saat ini disampaikan Joko, destana di Kabupaten Sleman masih terus bertambah. Hanya menyisakan sejumlah desa saja yang belum terbentuk destana namun akan segera menyusul.

"Desatana di Sleman kurang 17 dari 86 desa. Tahun ini tambah dua sisanya nanti kurang 15 saja. Itu pun daerah-daerah yang masih di bawah, maksudnya daerah Minggir, Sayegan, itu yang belum. Kalau yang Prambanan hampir semua sudah, Cangkringan, Berbah, Tempel, Pakem," paparnya.

Ke depan, BPBD Sleman terus mendorong untuk setiap desa membentuk Perdes. Tujuannya agar nanti bisa melakukan penganggaran di APBDes untuk beli peralatan.

"Sementara ini kan kemarin dari PMK itu mendorong desa boleh menetapkan kondisi tanggap darurat atas rekomendasi dari BPBD. Nanti bisa BTT desa lah intinya seperti itu untuk penanganan-penanganan," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini