SuaraJogja.id - Pemilu Serentak 2024 sangat memungkinkan dilaksanakan dengan pemungutan suara secara elektronik (e-voting) menurut pakar keamanan siber, Doktor Pratama Persadha, terlebih, kata dia, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri sudah memanfaatkan data kependudukan secara digital.
"Namun, memang praktik e-voting ini memerlukan proses, misalnya pada tahap awal pelaksanaannya hanya di kota besar yang infrastrukturnya sudah mapan," kata Pratama Persadha kepada ANTARA, Kamis malam, ketika merespons keinginan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menggelar pemilihan umum (pemilu) secara elektronik.
Dengan demikian, kata Pratama, akan berbahaya dan berisiko besar bila penerapan e-voting langsung secara nasional pada Pemilu Serentak 2024. Oleh karena itu, pelaksanaannya harus secara bertahap terlebih dahulu.
Selain itu, lanjut dia, perlu memikirkan teknis e-voting mau model seperti apa, apakah langsung dari smartphone atau harus lewat tempat pemungutan suara (TPS) khusus.
Baca Juga:Usulan Sistem e-Voting untuk Pemilu 2024 Muncul Lagi, Bisa Diujicoba di Kota yang Sudah Maju
Di Amerika Serikat, misalnya, masih menyediakan tempat khusus untuk e-voting. Sementara itu, di Estonia, pemilu elektronik di negara tersebut terdiri atas voting lewat mesin elektronik khusus, yang disiapkan oleh pemerintah setempat, dan voting secara remote lewat internet dengan personal computer (PC) serta smarphone.
Pada masa pandemi ini, kata Pratama, kebutuhan e-voting telah bergeser ke voting secara remote lewat internet, bisa dengan PC maupun smartphone pemilih. Hal itu lebih rumit dan membutuhkan pengamanan sistem yang lebih advance, tambahnya.
"Kapan e-voting bisa dilaksanakan di Indonesia?" Pratama menjawab, "Semua itu tergantung pada bangsa ini mau menyiapkan model e-voting seperti apa dan sejauh mana kota yang akan melakukan uji coba siap secara infrastruktur."
Akan tetapi, menurut dia, pada prinsipnya bisa, hanya secara regulasi di DPR akan memakan waktu lama meski terkait dengan teknis teknologinya sebenarnya tidak menghabiskan banyak waktu.
Pratama lantas menyebut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memiliki teknologi e-voting. Bahkan, pada tahun 2019 sudah diimplementasikan di 981 pemilihan kepala desa (pilkades) di Tanah Air.
Baca Juga:Aktivis 98 Unpad Siap Turun ke Jalan Lawan Begal Demokrasi yang Ingin Pemilu 2024 Ditunda
Namun, kata dia, sistem yang dikembangkan BPPT adalah e-voting di lokasi TPS, yang secara fungsi menghilangkan surat suara dan mempercepat hitungan karena tidak ada hitung manual. Model itu nantinya bisa dilengkapi dengan teknologi voting via internet.
Menurut Pratama, ada banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk e-voting, antara lain, regulasi terkait dengan perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
"Jangan sampai nanti ini menjadi celah digugat dan hasil e-voting malah dibatalkan. Jadi, dari sisi UU harus clear lebih dahulu," kata Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC itu. [ANTARA]