SuaraJogja.id - Puluhan mantan pendorong gerobak Malioboro, mengadu ke DPRD Kota Yogyakarta untuk mendapat kejelasan nasibnya usai tergusur dari Malioboro.
Ketua Paguyuban Pendorong Gerobak Malioboro (PPBM), Kuat Suparjono mengaku beberapa anggotanya terancam kehilangan rumah jika dalam 6 bulan tidak melunasi pembayaran.
"Ada anggota kami yang saat ini sudah tidak bisa berbuat banyak. Rumah yang ditempati saat ini terancam disita kalau dalam 6 bulan tidak bisa melunasi pembayaran. Selain itu nasib kami juga tidak diperhatikan. Maka kami mengadu ke DPRD agar dapat memberikan solusi ke depan," kata Kuat Suparjono ditemui usai audiensi dengan Pansus Penataan Malioboro di Kantor DPRD Yogyakarta, Kamis (24/3/2022).
Kuat menjelaskan ada skema yang ditawarkan para anggotanya agar menjadi pertimbangan pemerintah untuk memberikan pekerjaan.
Baca Juga:Tinggal Tunggu Persetujuan Wali kota, Skuter Listrik Dilarang Beroperasi di Malioboro
"Aduan ini kami harapkan disampaikan DPRD Kota ke pemerintah baik di Pemkot atau Pemda DIY. Pertama kita meminta pekerjaan yang layak agar kita dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kedua kita berharap mendapat lapak untuk usaha," ujar dia.
Kuat menjelaskan bahwa tidak harus semua anggotanya mendapatkan lapak. Nantinya seberapapun lapak yang diberikan akan dikelola bersama-sama.
"Kalau lapak kami tidak masalah dapat di Teras Malioboro 1 atau 2. Seberapa dapatnya, itu yang nanti kita kelola bersama-sama," ungkap dia.
Hal itu untuk memberikan aktivitas kepada anggotanya yang saat ini tak memiliki pekerjaan.
Hingga kini terdapat sekitar 29 anggota. Jumlah itu diakuinya berkurang karena tak ada perhatian pemerintah untuk menanggapi keresahan mantan pendorong gerobak itu.
"Dulu 91 orang, berkurang lagi jadi 33, sekarang tinggal 29 orang. Jadi tidak ada kepastian dan mereka bosan menunggu," terang dia.
Kuat mengatakan alasan mereka meminta kejelasan nasibnya ke pemerintah karena pendorong gerobak merupakan salah satu bagian dari Malioboro yang ikut melengkapi PKL.
"Kita sudah dari dulu membersamai PKL, artinya kita juga bagian dari Malioboro dan juga warga yang terdampak. Seharusnya pemerintah tidak abai dan membiarkan nasib rakyatnya seperti ini," ujar dia.
Saat ini, pihaknya sudah membuat koperasi untuk legalitas keanggotaannya pasca terdampak penggusuran PKL Malioboro. Koperasi ini yang nantinya bisa dikembangkan untuk mewadahi mantan pendorong gerobak mendapat pekerjaan yang layak.
"Kita sudah ada koperasi, tapi karena masih baru kita juga masih berusaha. Artinya ada donatur yang dapat membantu kami untuk membangun usaha yang baik dan mampu menghidupi kami ke depan," kata dia.
Ketua Pansus Penataan Malioboro DPRD Kota Yogyakarta, Antonius Fokki Ardiyanto menyatakan bahwa proses relokasi itu menyebabkan pemiskinan beberapa sektor di Malioboro termasuk pendorong gerobak.
Menurutnya warga berhak memiliki pekerjaan yang layak. Sehingga konstitusi dalam hal ini Negara memiliki kewajiban untuk memberikan pekerjaan tersebut.
"Artinya eksekutif dan legislatif memiliki kewajiban itu. Kalau itu terjadi pemiskinan rakyat maka kita melanggar pembukaan UUD 1945, dimana tujuan merdeka itu agar semua warga sejahtera," kata Fokki.
Pihaknya sudah melakukan upaya komunikasi dengan Pemerintah. Nantinya ada rencana untuk mengalihfungsikan pendorong gerobak menjadi tenaga kebersihan di sepanjang Malioboro.
"Dan kalau kita lihat itu sangat mungkin apakah di perubahan Danais yang dilakukan di bulan Maret ini atau nanti di APBD perubahan Kota Jogja. Kalau itu terjadi maka kita bisa membuat solusi yang bagus supaya tidak ada pemiskinan rakyat," terang dia.