UU TPKS Sah, Aktivis Perempuan Berharap Hukum Benar-Benar Diterapkan Sesuai Harapan

Ketuk palu pengesahan yang dilakukan Ketua DPR Puan Maharani dalam sidang paripurna diharapkan benar-benar menjadi payung hukum bagi perempuan.

Eleonora PEW
Rabu, 13 April 2022 | 16:25 WIB
UU TPKS Sah, Aktivis Perempuan Berharap Hukum Benar-Benar Diterapkan Sesuai Harapan
Rapat pembahasan RUU TPKS yang digelar di Badan Legislasi DPR. (Suara.com/Novian)

SuaraJogja.id - Apresiasi diberikan aktivis perempuan yang juga Ketua Umum Rumah Perempuan dan Anak (RPA) Ai Rahmayanti kepada DPR RI setelah Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) disahkan menjadi UU TPKS.

Ketuk palu pengesahan yang dilakukan Ketua DPR Puan Maharani dalam sidang paripurna, Selasa (12/4) diharapkan benar-benar menjadi payung hukum bagi perempuan yang selama ini cenderung ditempatkan sebagai objek dalam setiap kali terjadi kekerasan seksual.

"Disahkannya UU itu pertanda baik karena negara memang wajib hadir menjamin perlindungan perempuan yang selama ini kerap menerima kekerasan seksual," kata Ai Rahmayanti dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.

Tokoh perempuan Islam ini menjelaskan bahwa ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW, yang tertera langsung dalam Alquran tidaklah kurang untuk bisa menjadi landasan maupun pijakan yang relevan dalam hak asasi perempuan (HAP), yakni untuk mengangkat martabatnya dan menjauhkannya dari praktik perlakuan kekerasan.

Baca Juga:10 Pekerjaan Rumah untuk DPR Soal UU TPKS yang Dinilai Belum Tuntas

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S An Nur ayat 33, yang artinya: "Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu buat perjanjian kepada mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Barangsiapa memaksa mereka, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa".

Oleh karena itu, mantan Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) ini menyambut baik disahkannya UU TPKS yang berpihak pada perlindungan perempuan, baik itu dalam konteks perorangan maupun keluarga.

"Kekerasan seksual adalah kemungkaran yang harus dihapuskan dan ditindak," tegasnya.

Pengesahan UU TPKS bisa menjadi pintu masuk untuk membuktikan bahwa negara hadir untuk melindungi perseorangan dan keluarga yang yang menjadi korban kekerasan seksual.

Ai Rahmayanti menjelaskan, korban kekerasan seksual wajib dilindungi dan dipulihkan, demikian pula masyarakat harus dilindungi dari menjadi korban atau pelaku.

Baca Juga:Catatan LBH Jakarta soal Hak-hak Korban, Keluarga, Saksi hingga Aturan Polisi yang Tak Diakomodir UU TPKS

Perlindungan individu dan masyarakat merupakan tujuan syariat (maqashidus syariah). Perlindungan ini tidak bisa dilakukan hanya oleh orang per-orang. Oleh karenanya negara wajib hadir.

"Negara sebagai ulil amri wajib hadir untuk memberikan perlindungan secara sistemik mulai dari pencegahan, proses hukum yang menjamin keadilan bagi korban maupun pelaku, hingga pemulihan korban dan rehabilitasi pelaku," jelasnya.

Dalam rangka mewujudkan maqashidus syariah dan kemaslahatan rakyat sebagaimana disebutkan di atas, UU TPKS yang baru saja disahkan bisa menjadi payung hukum yang memadai, karena payung hukum itu adalah sarana mewujudkan tujuan syariah (maqashidus syariah) dan kemaslahatan.

Setelah pengesahan ini, DPR masih perlu mengawal dan memastikan UU itu dijalankan dengan baik oleh pemerintah dan lembaga yudikatif.

"Sangat diperlukan pengawasan atas pelaksanaan serta kepastian segera diterbitkan aturan turunan sebagai perangkat operasionalnya, agar UU TPKS benar-benar bisa diterapkan sesuai harapan," katanya.

Ai Rahmayanti berharap, dengan kondisi saat ini representasi perempuan di DPR cukup besar, mencapai 120 orang atau 20,8 persen. Apalagi, DPR saat ini juga dipimpin oleh sosok perempuan, Puan Maharani, isu mengenai perlindungan terhadap perempuan tidak hanya berhenti pada pengesahan UU TPKS saja.

"Dengan demikian, UU TPKS tidak saja menjadi kado menjelang Hari Kartini. Tapi bisa implementatif karena yang diinginkan oleh Kartini adalah substansi dari perjuangannya yaitu emansipasi dan tiadanya perempuan yang diperlakukan diskriminatif," ujar alumni Pondok Pesantren Almardiyatul Islamiyyah Bandung, Pondok Pesantren Cintawana Tasikmalaya, dan Pondok Pesantren As-Saefiyyah Garut ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini