SuaraJogja.id - Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar tengah menjadi sorotan publik terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik. Bahkan, dugaan tersebut masuk laporan pelanggaran HAM yang dirilis Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (Kemlu AS).
Menanggapi hal tersebut, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman menyebut bahwa pada dasarnya laporan pelanggaran HAM oleh itu hanya merupakan satu kompilasi terhadap beberapa hal yang menonjol. Khususnya terhadap praktik HAM di Indonesia.
"Salah satu aspek yang dipotret itu adalah aspek pemberantasan korupsi begitu, kenapa, karena itu juga terkait dengan keseluruhan dengan sistem hukum di satu negara," kata Zaenur saat dikonfirmasi awak media, Rabu (20/4/2022).
Zaenur menilai bahwa laporan yang menyangkut isu pelanggaran etik dari Lili Pintauli Siregar itu memalukan. Pasalnya level pelanggaran itu kemudian telah menjadi sorotan internasional.
Baca Juga:Dewas KPK Tegaskan Tidak Menutup-nutupi Dugaan Kasus Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli
Terlebih laporan tersebut valid khusus bagian persoalan pelanggaran etik Lili Pintauli Siregar. Sebab hanya menulis tentang pelanggaran etik yang dilakukan oleh Lili berdasarkan putusan persidangan etik oleh Dewas dimana kemudian Lili dijatuhkan sanksi oleh dewas berupa pengurangan 40 persen gajinya.
"Jadi saya melihat ini memalukan, sangat memalukan. Level pelanggaran Lili Pintauli Siregar itu telah menjadi sorotan internasional gitu ya. Artinya ini menjadi satu hal yang menarik perhatian internasional sampai Amerika kemudian menyorot khusus aspek ini ya," ujarnya.
Menurutnya pencantuman pelanggaran etik Lili Pintauli oleh Amerika akibat dari mencoloknya isu itu sendiri. Mengingat Lili yang menjabat sebagai seorang pimpinan KPK melakukan pelanggaran etik karena berkomunikasi dengan pihak yang berperkara.
Dimana itu merupakan pelanggaran etik sekaligus pelanggaran pidana. Hal itu bisa menjadi pintu masuk untuk adanya tindak pidana korupsi misalnya adanya suap atau gratifikasi.
Selain itu, kata Zaenur memang selama ini belum pernah ada pimpinan KPK yang terkena sanksi etik karena menjalin komunikasi dengan pihak yang berperkara. Lebih miris lagi adalah dugaan pelanggaran etik oleh Lili Pintauli Siregar ini tidak hanya soal Tanjungbalai saja.
"Salah satunya misalnya Lili diduga memberikan keterangan bohong ketika mengadakan konferensi pers karena menyampaikan bahwa dia tidak menjalin komunikasi dengan pihak yang terperkara. Terus kemudian sekarang juga sedang diproses karena dugaan menerima gratifikasi di dalam gelaran MotoGP di Mandalika," ungkapnya.
"Menurut saya itu semakin membuktikan bahwa Lili Pintauli Siregar ini memalukan, tidak memahami nilai dasar di internal KPK yakni nilai integritas, tidak layak lagi menjabat sebagai pimpinan KPK," sambungnya.
Ditambahkan Zaenur, dengan diangkatnya persoalan pelanggaran etik Lili Pintauli Siregar oleh Amerika ini maka telah menimbulkan kerugian tidak hanya bagi KPK. Melainkan juga kerugian di level yang sudah merugikan bangsa Indonesia.
"Nama bangsa Indonesia telah menjadi cemar. Karena salah satu orang yang memimpin KPK, pimpinan KPK itu tidak memahami nilai integritas dan berulang kali diduga melakukan pelanggaran etik," tandasnya.
Untuk diketahui, berdasarkan laporan yang diterbitkan Amerika Serikat bertajuk 2021 Country Reports on Human Rights Practices, Indonesia menjadi salah satu yang disorot. Salah satunya terkait keputusan Dewan Pengawas KPK atas pelanggaran etik Lili Pintauli Siregar.
Amerika Serikat dalam laporannya menyatakan Lili terbukti melanggar etik pada 30 Agustus 2021 karena melakukan kontak dengan pihak berperkara di KPK, yaitu mantan Wali Kota Tanjungbalai yang terlibat kasus suap.
Lili Pintauli juga dinilai memanfaatkan jabatannya sehingga dihukum pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen.