SuaraJogja.id - Siang itu, seperti hari-hari biasanya, aktivitas seorang pria asal Srandakan, Kabupaten Bantul mengeluarkan kendaraan untuk mencari makan siang. Sendiri menyusuri jalanan desa di tempat tinggalnya, pria yang saat itu masih berusia 24 tahun melintas di dekat masjid.
Pada waktu bersamaan azan dari masjid setempat berkumandang. Suara lembut yang disampaikan muadzin sedikit mengubah emosi pria ini.
Sambil melanjutkan perjalanan menuju tempat makan, hatinya mulai terketuk untuk kesekian kalinya. Pria bernama Stavanus Budiyono merasakan ketenangan usai kumandang azan itu usai.
Kumandang azan yang ia dengarkan pada akhir 2016 itu seakan menjadi titik balik hidup Stevanus dan memutuskan untuk menjadi mualaf.
Baca Juga:9 Pesona Soraya Larasati Berhijab, Makin Cantik Setelah 10 Tahun Jadi Mualaf
Anak kedua yang lahir dari keluarga nasrani ini sempat tinggal di Bali. Pada awal 2016, Stevanus dibaptis.
Tinggal bersama saudara dan jauh dari orang tua tak membuatnya nyaman. Tidak genap setahun, Stevanus memilih kembali ke Jogja dengan masih berkeyakinan sebagai nasrani.
"Itu cerita sekitar 6 tahun silam. Sebenarnya saya dari kecil itu sudah terketuk hatinya untuk memeluk Islam. Jadi sebelum ke Bali saya sudah di Jogja karena saya ini berbeda dan diarahkan agar kuat agama Kristennya, saya dikirim ke Bali, ke rumah saudara yang juga pendeta di sana," kata Stevanus ditemui SuaraJogja.id, di Lapas Kelas II A Yogyakarta atau Lapas Wirogunan, Kamis (28/4/2022).
Memeluk Islam di tahun 2016 berawal dari suara azan yang dia dengarkan ketika melintas di sebuah masjid. Lama tinggal di Bali, Stevanus awam dengan kumandang azan.
Sekembalinya di Jogja, azan itu yang memantapkan hatinya untuk memeluk Islam. Ia pun berbincang dengan ibundanya, memang butuh waktu untuk meyakinkan orang tuanya. Bahkan ayah Stevanus tak setuju jika anaknya berpindah agama. Perseteruan kerap terjadi antara dia dan ayah.
"Jadi dia menekan saya jangan pindah agama. Tapi hati saya tidak nyaman, ada yang mengetuk terus untuk memeluk Islam. Saya sering bertengkar, karena kami sama-sama berpendirian kuat," katanya.
Tepat akhir 2016 Stevanus telah bersyahadat namun hanya ibundanya yang tahu. Sedangkan ayahnya tak mengetahui jika anak keduanya sudah memeluk Islam.
Pertengkaran hebat terjadi, kala itu hari Jumat dimana dirinya akan berangkat salah Jumat. Lengkap dengan sarung dan peci, kebetulan dia berpapasan dengan ayahnya di rumah.
"Dia tanya, kamu mau ke mana? Saya bilang salat Jumat. Dijawab ayah saja, 'Oh,' dan tidak ada jawaban lagi. Di masjid perasaan saya sudah tidak enak. Sampai rumah setelah menunaikan salat Jumat, rumah sudah berantakan, ayah saya mengamuk selama saya di masjid," katanya.
Imbasnya, anak-ayah itu tidak berbicara sepatah kata pun. Meski dalam satu rumah seakan tidak ada ikatan antara ayah dan anak.
Tak hanya ayah Stevanus, saudara dari ayahnya ikut mengecam dan menyayangkan dengan keputusannya. Namun hal itu tak menggemingkan hatinya, Stevanus berusaha belajar sedikit demi sedikit dengan Islam.
Singkat cerita, dirinya dipertemukan dengan perempuan muslim. Lulusan pondok pesantren, dan diharapkan bisa membimbing Stevanus ke jalan Islam yang baik.
Namun perjalanan spiritual Stevanus tak semulus yang dibayangkan. Meski telah bersyahadat, hal itu tak langsung membuatnya istikamah. Banyak cobaan yang dia hadapi bahkan awal 2017 hingga 2018 Stevanus kerap berbuat maksiat.
Bekerja di salah satu bar yang ada di Jogja, tak jarang Stevanus menenggak miras. Bahkan beberapa kali berhubungan dengan wanita lain, padahal saat itu dirinya telah memiliki istri.
"Saya akhirnya ketahuan, ternyata perempuan yang saya tiduri anak di bawah umur. Karena tidak terima saya dipolisikan, saya terlibat kasus UU Perlindungan anak dan 2018 itu saya masuk ke lapas ini (Wirogunan)," terang dia.
Stevanus nampaknya sangat beruntung, istrinya cukup sabar dalam mendampingi suaminya yang cukup bejat saat itu. Bahkan orang tua istri menganggap Stevanus masih bisa berubah dan tetap menganggap dirinya sebagai anak mereka.
Telah memeluk Islam namun tidak istikamah dalam beragama Stevanus mengalami perubahan perilaku selama di Lapas Wirogunan. Baginya Allah SWT menunjukkan jalan bagaimana seorang muslim harus berbuat.
"Saya kebetulan satu kamar dengan bapak-bapak yang rajin mengaji. Awalnya saya tidak menggubris, tapi karena setiap malam dan ketika istirahat sering mendengar dia mengaji, saya tertarik. Dan saya diberitahu kalau di Lapas ini ada Madrasah untuk penghafal Al-Qur'an. Saya bertanya dan akhirnya mendaftar," kata dia.
Tak hanya karena faktor bapak-bapak itu saja, dirinya ingin lebih dekat lagi dengan Islam. Stevanus mendapat kabar gembira bahwa istrinya hamil. Akan menjadi seorang ayah, Stevanus tak ingin ketika keluar Lapas tak ada perubahan signifikan dari dirinya.
"Nah setelah lahiran itu saya merasa tidak boleh salah langkah. Saya muslim tidak mungkin kalau nanti saya tidak bisa mengajari anak saya soal Islam. Maka di sinilah saya belajar banyak, membaca Al-Qur'an hingga hafalan dan pengajian yang rutin dilakukan Kemenag. Saya merasa di Lapas ini benar-benar berniat membuat kami bisa berubah ke arah yang lebih baik," terang pria yang sudah hafal 3 juz Al-Qur'an ini.
Ia merasa sudah ada perubahan perilaku dari dirinya. Cara bertutur kata lebih tenang dan bisa mengontrol emosi dari sebelumnya.
Perubahan ini tak disangka oleh ayah dan ibunya. Perseteruan antara dia dan ayah mulai mencair, komunikasi juga sudah lebih baik.
"Akhirnya ayah mau menerima saya setelah bertahun-tahun tak setuju dengan keputusan saya. Terakhir berbincang secara virtual, awal bulan kemarin, saya sempat tanya, saya di Lapas puasa, bapak puasa tidak. Ya jawabnya bercanda, kamu duluan saja puasa, nanti bapak nyusul," ujar dia sambil tertawa kecil.
Orang tua Stevanus masih memeluk Kristen. Tak jarang ayahnya menanyakan terkait keyakinan yang sedang dijalani Stevanus, apakah masih bisa istikamah atau tidak. Bagi pria yang saat ini berusia 30 tahun mempertahankan komunikasi yang sudah lebih baik ini antara dia dan ayahnya harus dijaga.
Di penghujung Ramadhan 2022 ini, Stevanus diajukan sebagai warga binaan yang mendapat remisi, namun dirinya belum tahu berapa remisi yang didapatnya.
Menjadi penghafal Al-Qur'an dan sudah 3 juz yang berhasil ia hafalkan, Stevanus tak ingin muluk-muluk dalam pencapaian spiritualnya. Yang terpenting, ia tetap menambah hafalan, dan satu hal lagi, ingin membangun keluarga muslim yang lebih baik.
Meski dia harus menjalani 10 tahun penjara, kesempatan untuk berkomunikasi keluarga secara virtual akan dilakukan untuk mengingatkan dia dan istrinya.
"Saya ketika nanti bebas, ingin menguatkan keluarga saya terutama agama, itu yang pertama. Kedua saya juga ingin ikut dalam pengajian rutin yang biasa digelar di Jogja. Saya ingin Islam saya lebih kuat lagi dan di ridhoi Allah SWT," ujar Stevanus.