SuaraJogja.id - Ahmad Syafii Maarif atau lebih dikenal Buya Syafii Maarif wafat, Jumat (27/05/2022) pukul 10.15 WIB. Namun sosoknya yang memiliki nilai-nilai kebaikan tak habis untuk diceritakan.
Kehidupannya dengan sang istri yang istri tercinta, Nurkhalifah. Perempuan yang dinikahinya pada 5 Februari 1965 ini sangat dicintainya. Buya yang memanggil sang istri dengan nama panggilan Lip bahkan memiliki kisah romantis tentang istrinya.
Salah satunya memberikan hari libur khusus setiap pekan untuk sang istri agar bebas dari pekerjaan rumah apapun. Berbagai kegiatan rumah tangga pada hari itu dikerjakan semua oleh Buya.
Kisah romantis ini diceritakan Mohammad Ichsan yang pernah tinggal berdekatan dengan Buya di Perumahan Nogotirto Elok II Jalan Halmahera D 76 Gamping, Sleman. Ichsan yang mengeyam kuliah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pernah kos Jalan Sumatera yang beririsan dengan depan rumah Buya.
Dia dan ibu kos memilik kesamaan dengan Buya yang merupakan orang Minangkabau sehingga seringkali bercengkerama saat di rumah. Bahkan Ichsan pernah mendapatkan rekomendasi dari Buya saat berjuang mendaftar beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
"Kehidupan sehari-hari, kami sering bertemu di masjid untuk salat dan dari kegiatan di kampus," ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat Petang.
Ichsan menceritakan, dia tidak pernah melihat Buya dan istri memiliki Asisten Rumah Tangg (ART). Semua pekerjaan dikerjakan pasangan tersebut secara mandiri.
Karenanya setiap akhir pekan, Buya memberikan kebebasan pada sang istri dari semua pekerjaan rumah. Buyalah yang sibuk mengerjakan pekerjaan tersebut, mulai dari mencuci baju sang istri hingga mengurus tanaman dan menyiram garasi.
"Kemana-mana mereka juga berdua, menghadiri kondangan berdua, jalan-jalan berdua, cukup dengan taksi atau kendaraan umum tapi selalu berdua," ungkapnya.
Kesederhanaan, lanjut Ichsan juga selalu diperlihatkan Buya. Meski bisa membeli kendaraan mewah, Ichsan sering melihat Buya lebih suka naik sepeda atau kendaraan umum saat pergi kemana-mana.
Buya juga menjadi teladan di masjid yang berada di Nogotirto 2 dengan pembawaan yang sangat bersahaja. Setiap nasehatnya selalu didengar oleh orang-orang di masjid. Namun begitu, Buya yang sangat sering berada di masjid juga bersendau gurau dengan warga sekitar.
"Buya dengan bapak-bapak di masjid juga sering makan tengkleng [sop tulang kambing], tidak ada pantangan beliau," ujarnya.
Teladan Buya yang lahir 31 Mei 1935 di Nagari Calau, Sumpur Kudus, Minangkabau tersebut juga selalu dilihat oleh banyak orang. Ichsan tidak pernah mendengar gosip atau keburukan tentang Buya dan istrinya dari para tetangga.
Hubungan keduanya dengan para tetangga sekitar juga cukup erat. Komunikasi antarwarga pun selalu dijalin, baik di tingkat RT/RW maupun dengan pengurus masjid.
"Saya tidak pernah dengar buya dan ibu dalam bertetangga berkekurangan, ini yang bikin saya takjub," ungkapnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi