SuaraJogja.id - Pandemi Covid-19 membuat sejumlah program kesehatan lain terdampak. Salah satu program yang terdampak itu adalah terkait dengan penanganan penyakit tuberkulosis (TBC)
"Akibat pandemi (Covid-19), tuberkulosis jadi salah satu program yang terdampak ya. Kemudian WHO sendiri memperkirakan untuk mencapai elemninasi TBC di tahun 2030 mungkin bisa agak lambat kalau kita tidak akselerasi," kata Juru Bicara G20 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, Selasa (21/6/2022).
Oleh sebab itu dalam presidensi Indonesia G20 ini juga digelar pertemuan side event membahas tentang TBC beberapa waktu lalu. Tujuannya untuk memastikan kembali komitmen global dalam penanggulangan TBC.
Terutama, kata Nadia, bahwa mekanisme pembiayaan untuk TBC sendiri sudah tersedia. Salah satunya melalui The Global Fund to fight Aids, Tuberculosis and Malaria (GFATM).
Baca Juga:WHO akan Gelar Pertemuan Darurat Bahas Cacar Monyet yang Telah Menyebar ke 32 Negara
"Tentunya komitmen ini harus diteruskan untuk membantu negara-negara yang masih memiliki permasalahan TBC, dalam rangka dunia mencapai eliminasi TBC tahun 2030 atau 2050," terangnya.
"Indonesia sendiri tentunya akan mengakselerasi mengejar capaian-capaian ataupun kegiatan-kegiatan program yang sempat tidak bisa dilaksanakan selama pandemic ya," sambungnya.
Salah satunya program itu berkaitan dengan memperluas akses untuk diagnostik TBC. Kemudian juga akan memperkuat pemberian pengobatan TB untuk pencegahan.
Sehingga pencegahan melalui skrining itu akan dilakukan dari hulu sampai ke hilir. Hal itu akan dibuat lebih agresi lagi agar deteksi TBC dapat diketahui sejak dini.
"Jadi kita akan lebih agresif lagi untuk menemukan kasus TBC tidak menunggu sampai gejala TBC itu muncul dan penderitanya datang ke layanan kesehatan," ujarnya.
Baca Juga:Mabes Polri: Penangkapan Terduga Teroris JAD di NTB Antisipasi Ancaman Keamanan Presidensi G20
Ditambahkan Nadia, Indonesia akan terus mendorong untuk mengupayakan obat-obat TB yang sudah bisa diproduksi di Indoonesia. Maupun bisa juga dengan mendapatkan prekualifikasi dari WHO.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak hanya menyoroti tentang keganasan virus Covid-19 sebagai salah satu penyakit menular penyebab kematian terbesar di dunia saat ini. Selain itu ada juga penyakit tuberkulosis (TB) yang tak bisa diremehkan begitu saja keberadaannya.
"TB, seperti yang anda tahu itu masih menjadi pembunuh utama. Ini sebenarnya yang kedua dalam hal kematian akibat penyakit menular, yang pertama sekarang adalah Covid," kata Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sesi jumpa pers Pertemuan Pertama Menteri Kesehatan G20 di Hotel Marriot Jogja, Senin (20/6/2022).
Tedros mengatakan TB sendiri bahkan sudah lama ditemukan ketimbang Covid-19. Namun selama itu juga TB masih menjadi ancaman yang mengerikan.
Bagaimana tidak, berdasarkan data dari WHO, setiap tahunnya ada sekitar 1,5 juta orang yang meninggal dunia akibat TB. Menyedihkan lagi rata-rata 10 juta orang per tahun yang terkena penyakit tersebut.
"Jadi alasan saya mengangkatnya dalam diskusi kita hari ini adalah untuk benar-benar memberikan perhatian lebih pada TB. Karena kita sekarang berbicara tentang kesiapsiagaan dan respons pandemi," ungkapnya.
Oleh sebab itu, kata Tedros, kewaspadaan terhadap TB masih harus ditingkatkan. Sehingga bisa semakin menekan laju penularan bahkan kematian akibat penyakit TB.
Bukan lantas mengesampingkan pandemi Covid-19 dalam kondisi ini. Melainkan memberikan perhatian yang sama dalam penanganan hingga pencegahannya.
"Kita khawatir tentang pandemi berikutnya, tetapi kita juga harus memahami bahwa ada pembunuh utama seperti TB yang masih membunuh orang. Dan perhatian yang kita berikan pada TB tidak boleh diminimalkan karena kita berinvestasi dalam kesiapsiagaan dan respons pandemi," tegasnya.