SuaraJogja.id - Tiga orang warga Sumber Wuluh, Candipuro, Lumajang, Jawa Timur melakukan aksi jalan kaki dari Lumajang menuju Istana Negara di Jakarta. Aksi tersebut sebagai bentuk perjuangan bagi warga erupsi Gunung Semeru untuk memperoleh keadilan.
Aksi ini diawali oleh Supangat (52) yang berjalan dari rumahnya Sumber Wuluh, Candipuro, Lumajang, Jawa Timur. Kemudian aksinya disusul oleh Masbud (36) dan Nor Holik (41).
Saat ini mereka sudah bertolak dari Yogyakarta untuk melanjutkan perjalanannya lagi agar dapat bertemu Presiden Joko Widodo.
Ketua Paguyuban Peduli Erupsi Semeru Nor Holik mengatakan sudah sejak tahun 2020 warga memprotes cara penambangan pasir di Kali Regoyo yang tidak wajar. Terlebih lagi perusahaan tambang di sana lalu membuat tanggul-tanggul dengan cara melintang di tengah-tengah sungai.
Baca Juga:Malangnya Karsono, Lagi Mancing Terpeleset Tercebur ke Sungai di Lumajang, Begini Kondisinya
Selain itu oknum perusahaan tambang itu juga membuat kantor di tengah daerah aliran sungai. Hal tersebut berpotensi membelokkan aliran banjir lahar dingin ke daerah pemukiman warga.
"Awalnya ini semua berawal dari kegiatan pertambangan atau kegiatan yang dilakukan oleh oknum penambang yang awal itu membuat tanggul melintang untuk menghambat aliran air dan juga sangat mengkhawatirkan bagi kami," kata Holik ditemui awak media di kawasan Tugu Yogyakarta, Rabu (29/6/2022).
Disampaikan Holik, perusahaan penambang pasir ini telah melakukan penanggulan untuk menghambat dan menampung pasir yang terbawa banjir. Tanggul itu sendiri dibuat secara melintang selebar sungai dengan ketinggian sekitar 4 meter.
Padahal diketahui di sana juga sudah ada tanggul pengaman banjir yang dibangun pemerintah pada era Soeharto pada 1970 silam.
Sejak dulu, kata Holik, warga Sumber Wuluh khawatir jika sewaktu-waktu Kali Regoyo banjir. Apalagi dengan ancaman membawa lahar dingin serta meluap ke perkampungan.
Baca Juga:Sebanyak 6 Ribu Ternak di Lumajang Ditargetkan Menerima Suntikan Vaksin PMK
Ia menyebut pada awal tahun 2021 warga sudah sempat terjadi luapan pasir ke arah perkampungan. Namun perusahaan penambang tidak mengindahkan ancaman bahaya itu.
"Kami sudah melapor kepada pihak kepala desa, polsek, polres, hingga ke pemerintah Kabupaten Lumajang. Bahwa cara penambang membuat tanggul-tanggul pada sungai itu membahayakan keselamatan kami. Namun, laporan dan kekhawatiran kami tidak ditanggapi hingga saat ini," paparnya.
Benar saja, kekhawatiran warga tersebut akhir terjadi pada 4 Desember 2021 lalu. Tepatnya ketika Gunung Semeru erupsi, Desa Sumber Wuluh tertimbun oleh guguran pasir Gunung Semeru hasil erupsi.
"Seandainya protes kami dulu didengarkan, mungkin desa kami tidak tertimbun oleh pasir. Sekalipun juga terdampak, kami menduga tidak akan separah sekarang dan menimbulkan banyak korban jiwa. Inilah yang kami protes, kami menuntut keadilan," ujarnya.
Sementara itu Supangat (52) menambahkan sudah bebrapa kali mengeluhkan kondisi itu kepada Pemerintah Kabupaten Lumajang. Tercatat satu kali sebelum kejadian erupsi dan tiga kali setelah erupsi namun tidak ada tindaklanjut hingga sekarang.
"Kalau rumah saya, tenggelam. Akhirnya rumah saya dan saudara-saudara saya itu ikut semua tenggelam. Untuk rumah saya sudah saya bersihkan, perbaiki sedikit demi sedikit, tapi kalau rumah-rumah warga yang tenggelam agak parah itu belum ada yang diperbaiki sampai sekarang," kata Supangat.