Sewaktu Pandi masuk, salah satu sapi sedang asyik rebahan, hanya kepalanya yang masih mau menengok kanan dan kiri. Sedangkan satu yang lain aktif sesekali berpindah tempat dan terus berdiri. Ekornya tak berhenti berkibas.
"Saya selalu pelihara sapi jantan. Kalau betina enggak suka. Sapi betina itu terlalu lama pertumbuhannya," terang dia.
Pandi mengingat-ingat, ia mulai serius beternak sapi kurban saat berkeluarga. Selesai menempuh pendidikan, keluarga tak memperkenankan dirinya untuk bekerja.
Ayah Pandi wafat sejak ia masih duduk di bangku kelas VII SMP. Sebagai cucu paling besar, ia diminta menunggu rumah, mendampingi adik-adiknya sembari beternak.
Baca Juga:Diberi Nama OntoSeno, 5 Potret Sapi Kurban Raffi Ahmad Seberat 1,3 Ton
Ilmu beternak sapi turun-temurun dari orang tua dan kakek neneknya yang ia jadikan bekal saat ini. Tentunya dengan dibantu informasi-informasi terbaru yang mengikuti perkembangan zaman.
"Kalau ada apa-apa ya tanya ke dokter hewan atau ke Puskeswan," ujarnya.
Sebelum beternak sapi, Pandi pernah beternak kerbau. Ia akhirnya ubah haluan, karena bila beternak kerbau, maka harus sesekali menggembalakan kerbaunya di lahan yang lapang.
"Kudu diumbar. Coro jowone ngangon (Harus dilepas. Istilah dalam bahasa jawa itu menggembala)," tambahnya.
Awal beternak sapi, ia hanya membesarkan anabul untuk keperluan membajak sawah. Itupun sapi jenis biasa. Yang menurut dia waktu membesarkannya cukup lama, membutuhkan sekitar tiga sampai empat tahun.
Baca Juga:Raffi Ahmad dan Nagita Slavina Beli 20 Ekor Sapi Kurban, Waw!
Hingga selanjutnya ia memilih serius beternak sapi pada tahun 2.000. Hasil beternak sudah bisa ia manfaatkan untuk membiayai anak kuliah, sekolah, membeli tanah, kendaraan dan membuatkan anak-anaknya rumah.