SuaraJogja.id - Pakar kebijakan publik UGM Wahyudi Kumorotomo menilai kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) terlalu tergesa-gesa. Pemerintah disebut cenderung hanya memikirkan orientasi jangka pendek saja.
"Betul (terburu-buru) karena kita (pemerintah) cenderung berorientasi jangka pendek, melihat minyak tiba-tiba mahal karena perang di Rusia-Ukraina lalu kita terburu-buru," kata Wahyudi saat dihubungi awak media, Minggu (4/9/2022).
Kebijakan yang buru-buru itu tidak dibarengi dengan perencanaan matang, terlebih untuk mengantisipasi dampak yang kemudian bakal dirasakan oleh masyarakat.
"Sebenarnya kalau kita melihat soal subsidi BBM ini persoalan yang lama mestinya yang kalau seandainya pemerintah itu punya skema kebijakan dalam jangka panjang itu sebenarnya tidak perlu terjadi. Terutama paling tidak kita bisa mengantisipasi dampaknya," terangnya.
Baca Juga:Harga BBM Naik, Ekonom Sebut Laju Inflasi 2022 Bisa Mencapai 6-7 Persen
Disampaikan Wahyudi, diversifikasi energi bisa menjadi salah satu upaya atau skema jangka panjang pemerintah terkait persoalan ini. Bukan justu tergantung pada minyak dan membuat kebijakan terburu-buru sebab minyak di pasar internasional mengalami kenaikan.
APBN yang juga disebut jebol menanggung beban subsidi BBM hingga Rp500 triliun itu juga bisa diminimalisir ketika ada perencanaan matang di depan. Belum lagi mengingat lambatnya transisi penggunaan bahan bakar minyak ke energi lain seperti listrik.
APBN itu jebol sampai 500 triliun lebih untuk nomboki energi karena kita sudah terlanjut tergantung pada dan masyarakat juga tergantung pada energi minyak karena upaya kita untuk mengubah misalnya dari yang berbasis bahan bakar minyak ke berbasis listrik sudah terlambat, yang kita tahu kan upaya untuk kemudian mengalihkan dark energi bbm ke listrik kan baru di kota Jakarta. Di Jogja tempo hari sudah ada orang yang jual mobil listrik nggak laku, karena pemerintah tidak menyediakan fasilitas fasy charging.
"Ini sebagai keterlambatan kita melakukan upaya untuk diversifikasi energi. Sumber energi kita semakin tergantung pada minyak itu sebenarnya bukan hanya karena transport tetapi tetapi juga karena industri," tuturnya.
Padahal, Wahyudi menyatakan Indonesia punya begitu banyak sumber energi baru dan terbarukan. Bisa dari panas bumi, sinar matahari, angin, arus laut, nuklir dan lain sebagainya.
Baca Juga:Harga BBM Pertalite Eceran di Medan Ikut Terkerek Naik Menjadi Rp 12 Ribu
Ia mencontohkan jika panas bumi saja itu bisa diutamakan untuk satu pengembangan energi terbarukan. Maka seluruh provinsi itu bisa diterangi listriknya dengan panas bumi.
Namun alih-alih melakukan itu, Indonesia justru malah lebih tergantung kepada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang juga itu minyak. Ditambah dengan batu bara yang diketahui mengakibatkan banyak polusi.
"Jadi begitu kompleks tapi ini terjadi karena pemerintah tidak mau mengambil kebijakan dalam jangka panjang. Sekarang sebenarnya tergantung pada pemerintah dan masyarakat apakah kita bisa belajar dari kasus ini untuk mengantisipasi persoalan energi ke depan. Sebab jelas kita tidak lagi merupakan negara penghasil minyak. Sementara konsumsi minyak kita terus meningkat baik untuk industri maupun transportasi," tandasnya.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo menyebut keputusan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) adalah pilihan terakhir pemerintah.
"Ini adalah pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini mendapat subsidi akan mengalami penyesuaian, dan sebagian subsidi BBM akan dialihkan untuk bantuan yang lebih tepat sasaran," kata Presiden Jokowi dalam konferensi pers di Istana Merdeka Jakarta, Sabtu (3/9/2022).
Presiden Jokowi menyampaikan pernyataan resmi tersebut dengan didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Dalam konferensi pers tersebut, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi pertalite dari Rp7.650,00 per liter menjadi Rp10 ribu/liter; solar bersubsidi dari Rp5.150,00/liter menjadi Rp6.800,00/liter; dan pertamax nonsubsidi dari Rp12.500,00/liter menjadi Rp14.500,00/liter yang berlaku sejak Sabtu, 3 September 2022, pukul 14.30 WIB.