SuaraJogja.id - Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY Irsyad Ade Irawan menuturkan kondisi perekonomian buruh semakin terhimpit pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Terlebih dengan upah minimum provinsi (UMP) di DIY masih tergolong rendah.
Menurutnya dibutuhkan kenaikan UMP agar buruh di DIY dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Sedangkan untuk besaran saat ini dinilai cukup menyesakkan.
"Kami sering melakukan survei, survei kami itu (UMP ideal) diangka Rp3-3,5 juta. Nah sekarang kan cuma Rp2 juta itu kan sudah rugi atau sudah defisit, besar pasak daripada tiang antara Rp1-1,5 juta," kata Irsyad ditemui
Kondisi tersebut, kata Irsyad belum ditambah dengan kenaikan harga BBM baru-baru ini. Jika ditambah dengan kenaikan harga BBM maka UMP saat ini menjadi semakin kurang.
"Kalau misalnya pemerintah tidak percaya dengan hasil survei kami, mari kita survei secara bersama-sama di pasar di seluruh di DIY, kabupaten dan di kota Yogyakarta berapa nanti hasilnya," terangnya.
Disampaikan Irsyad, besaran UMP yang disarankan buruh itu juga sudah menyesuaikan dengan peraturan pemerintah yang ada. Dalam hal ini mengenai survei kebutuhan hidup layak (KHL).
"Kami sangat yakin bahwa untuk hidup layak itu di angka Rp3-3,5 juta karena sering survei. Lalu upah minimun cuma Rp2 jutaan itu masih kurang belum lagi ditambah dengan kenaikan harga BBM," tegasnya.
Ia menilai dengan besaran UMP saat ini Pemda DIY tidak dapat membantu meningkatkan daya beli masyarakatnya sendiri. Sebab upah itu masih terlalu minim untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja.
"Jelas kami buruh ini selalu mengalami defisit keuangan, defisit ekonomi dari tahun ke tahun karena kebutuhan hidup layak itu selalu lebih besar daripada upah minimum yang terima, itu sebelum kenaikan harga BBM," tandasnya.
Baca Juga:Harga BBM Naik, Dishub DIY Kurangi Jalur Trans Jogja