UU Perlindungan Data Pribadi Disahkan, Peneliti CfDS: Perlindungan Data Anak dan Difabel Masih Minim

Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) telah disahkan menjadi Undang-undang,pada20 September 2022.

Galih Priatmojo
Selasa, 27 September 2022 | 18:43 WIB
UU Perlindungan Data Pribadi Disahkan, Peneliti CfDS: Perlindungan Data Anak dan Difabel Masih Minim
RUU Perlindungan Data Pribadi.

SuaraJogja.id - Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) telah disahkan menjadi Undang-undang, pada 20 September 2022. UU tersebut sebelumnya diinisiasi sejak 2012. Pengesahan ini disambut berbagai respon oleh masyarakat dan pengamat isu terkait, di tengah banyaknya kasus kebocoran data pribadi yang terjadi di Indonesia.

Peneliti Center For Digital Society (CfDS) Fakultas llmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada, Faiz Rahman mengatakan, laju perkembangan teknologi di era digital membuat banyak hal positif terjadi, seperti distribusi informasi yang cepat dan kemudahan berkomunikasi. Namun, teknologi juga menghadirkan dampak negatif yang bisa dirasakan oleh semua orang, salah satunya adalah kebocoran data pribadi.

Faiz menilai, pengesahan RUU PDP merupakan langkah bijaksana sebagai salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk dapat mewujudkan perlindungan data pribadi masyarakat Indonesia. Sekaligus merespon kerentanan data pribadi masyarakat. Hanya saja, Faiz mengungkap ada beberapa catatan. 

"Pertama, RUU PDP telah mengakomodasi data pribadi kelompok rentan dan masyarakat termarjinalkan, tetapi masih sangat minimalis. Selain itu, minimnya perlindungan data pribadi anak dan data penyandang disabilitas (difabel)," terangnya, dalam diskusi CfDS bertajuk Sahnya UU PDP: Era Baru Perlindungan Data Pribadi di Indonesia?, secara daring, Selasa (27/9/2022)

Baca Juga:UGM Raih Juara Umum 3 Dalam Olimpiade Nasional MIPA (ON-MIPA) 2022

Kedua, Faiz menyebut, independensi lembaga pengawas yang dipertanyakan karena lembaga tersebut merupakan LPNK di bawah presiden. Ketiga, adanya potensi penyalahgunaan yang dilakukan oleh badan publik, karena tidak ada batasan yang jelas terhadap beberapa pasal terkait pengecualian atas hak subyek data.

"Catatan keempat, potensi ancaman pemidanaan dan sanksi administratif yang tinggi bagi individu dan swasta dalam ketentuan pidana karena menggunakan frasa 'setiap orang'," ungkapnya. 

Catatan berikutnya dari Faiz, yakni Indonesia masih memiliki tingkat literasi digital yang cukup rendah terutama pada aspek keamanan digital. Oleh karena itu, Faiz menekan pentingnya sosialisasi terhadap masyarakat dan juga pemangku kepentingan terkait mengenai UU PDP yang baru saja disahkan ini. Dengan disahkannya RUU PDP menjadi UU PDP ini, akan dibutuhkan mekanisme keamanan siber yang komprehensif dan peran yang aktif dari pemangku kepentingan.

"Pengesahan terhadap RUU PDP menjadi UU menjadi awal baik untuk menciptakan Indonesia yang lebih aman. Tetapi bukan berarti tidak ada catatan dan kritik yang dilayangkan dalam proses ini, sehingga dibutuhkan pengawalan dari seluruh rakyat indonesia," lanjutnya.

Selanjutnya, Faiz menekankan pentingnya pengawasan masyarakat atas pelaksanaan UU tersebut, khususnya atas catatan-catatan yang ia sampaikan tadi. Pengawasan dan pengawalan masyarakat atas penerapan UU, diharapkan bisa turut mendukung upaya terlindunginya data masyarakat.

Baca Juga:Guru Besar UGM Dimakamkan, Bocah Penyandang Disabilitas Diperkosa Tetangga

Lebih lanjutnya, platform dan pemroses data didorong untuk terus mengevaluasi desain dan pemrosesan serta menerapkan privacy by design dan privacy by default, tandasnya.

Kontributor : Uli Febriarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak