Hitung-hitungan Kenaikan UMR Jogja, Dinsosnakertrans Tak akan Gunakan Survei KHL untuk 2023 Mendatang

Penentuan UMK 2023 menggunakan dasar Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021.

Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 18 Oktober 2022 | 16:26 WIB
Hitung-hitungan Kenaikan UMR Jogja, Dinsosnakertrans Tak akan Gunakan Survei KHL untuk 2023 Mendatang
Tugu Pal Putih Kota Yogyakarta alias Tugu Jogja - (SUARA.com/Rosiana)

SuaraJogja.id - Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Yogyakarta yang menjadi bagian dari Dewan Pengupahan masih menunggu hasil survei dari Badan Pusat Statistik mengenai sejumlah variabel yang nantinya akan digunakan sebagai bagian dari penghitungan upah minimum kota pada 2023.

"Masih menunggu angka dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang akan dijadikan sebagai bagian dari penghitungan upah minimum kota [UMK] 2023. Setelah angka hasil survei keluar, baru akan dilakukan penghitungan bersama," kata Kepala Bidang Kesejahteraan Hubungan Industrial Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta, Rihari Wulandari Selasa (18/10/2022).

Menurut Rihari, penghitungan UMK 2023 akan didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 yang memperhatikan berbagai indikator, di antaranya inflasi, pertumbuhan ekonomi ditambah dengan variabel lain seperti konsumsi rata-rata dalam satu keluarga, jumlah pekerja di dalam satu keluarga dan lainnya.

"Jadi untuk penghitungan UMK 2023 akan lebih rigid dibanding tahun lalu yang hanya didasarkan pada indikator inflasi dan pertumbuhan ekonomi," kata dia.

Baca Juga:Bandingkan UMR Jogja dengan DKI Jakarta yang sudah Disesuaikan, Pria Ini Habis Dirujak Warganet

Pada proses penentuan UMK 2023, lanjutnya, Dewan Pengupahan Kota Yogyakarta juga hanya akan melakukan penghitungan sesuai rumus yang sudah ditetapkan dengan memasukkan angka hasil survei dari BPS.

"Jadi, tugas Dewan Pengupahan pada tahun ini hanya menghitung saja berdasarkan rumus yang sudah ditetapkan. Tinggal memasukkan angka sesuai hasil survei dari BPS," sebutnya.

Pada penentuan UMK 2023, juga sudah tidak didasarkan pada survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang pada tahun lalu menjadi bagian dari pertimbangan penyusunan rekomendasi UMK.

"Jadi, untuk penghitungan UMK 2023, semua mengacu pada angka dan rumus. Tidak ada lagi perbedaan pendapat antara pengusaha dan serikat pekerja," katanya.

Hasil penghitungan UMK 2023 tersebut kemudian akan disampaikan ke Wali Kota Yogyakarta untuk kemudian diajukan ke Pemerintah DIY.

Baca Juga:Viral Harga Kaos Kaki Rayyanza Malik, Warganet: UMR Jogja Menangis

Sebelumnya, Pemerintah DIY melalui Gubernur akan menetapkan upah minimum provinsi (UMP) dan dilanjutkan dengan penetapan UMK untuk masing-masing kota dan kabupaten.

"Untuk waktu penetapannya, kami belum tahu. Biasanya akan ada koordinasi lebih lanjut melalui Dinas Tenaga Kerja DIY," katanya.

Sementara itu, Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Kota Yogyakarta, Deenta Julliant Sukma mengatakan, penggunaan PP 36 Tahun 2021 untuk penatapan UMK tidak lagi relevan.

"PP tersebut merupakan turunan dari Omnibus Law. Padahal UU tersebut sudah dinyatakan inkonstitusional oleh MK sehingga tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum," katanya.

Oleh karenanya, Deenta mengatakan, serikat pekerja akan terus mendorong perubahan dasar hukum penetapan UMK yaitu bisa dikembalikan ke PP Nomor 78 Tahun 2015 atau Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Kebutuhan Hidup Layak.

"Kalau pemerintah tetap memakai PP 36/2021, maka kami akan menolak hasil penghitungannya karena dasar hukumnya sudah inkonstitusional," katanya.

Menurut dia, pekerja akan dirugikan jika dasar hukum penghitungan UMK tetap didasarkan pada PP 36/2021 karena dimungkinkan tidak ada kenaikan upah yang signifikan pada 2023 karena pertumbuhan ekonomi juga mengalami perlambatan.

"Padahal, harga bahan kebutuhan pokok sudah mengalami kenaikan yang signifikan. Terlebih ada kenaikan harga bahan bakar minyak yang memicu kenaikan bahan kebutuhan pokok," katanya.

Jika tetap mengacu pada PP 36/2021, maka dimungkinkan ada perbedaan antara upah dan kebutuhan hidup layak sekitar 200 persen dan jika mengacu pada PP 78/2015 maka bisa dikurangi menjadi sekitar 11-13 persen.

"Kami tetap berharap ada kenaikan upah yang signifikan pada 2023. Kenaikan upah ini juga akan membantu upaya pemerintah untuk pemulihan ekonomi karena konsumsi akan naik," katanya.

Nilai UMK Kota Yogyakarta pada 2022 ditetapkan sebesar Rp2.153.970 per bulan, terdaoat kenaikan Rp84.440 atau naik 4,08 persen dibanding 2021. [ANTARA]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak