Okupansi Wisatawan Mancanegara di DIY Capai 30 Persen, PHRI DIY Khawatir Anjlok Akibat RKUHP Pasal 415

PHRI DIY mencatat ada pergerakan jumlah wisatawan yang menginap di Jogja

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 26 Oktober 2022 | 08:52 WIB
Okupansi Wisatawan Mancanegara di DIY Capai 30 Persen, PHRI DIY Khawatir Anjlok Akibat RKUHP Pasal 415
Ilustrasi - Penerapan protokol kesehatan bagi tamu yang akan menginap di hotel di Yogyakarta. ANTARA/Eka AR.

SuaraJogja.id - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat sudah ada pergerakan dari kunjungan wisatawan mancanegara untuk menginap di Jogja. Hingga saat ini okupansi hotel khusus wisatawan asing sendiri mencapai 30 persen.

Ketua PHRI DIY Deddy Pranawa Eryana mengatakan walaupun memang angka itu masih tergolong stagnan untuk saat ini. Namun capaian itu sudah jauh lebih baik ketimbang sejak pandemi Covid-19 tahun lalu. 

"Saat ini sudah mulai bergerak walaupun masih stagnan okupansi masih sekitar 30 persen paling banyak. Tapi ini sudah mulai kemajuan dibanding pandemi yang kemarin," kata Deddy saat dihubungi awak media, Selasa (25/10/2022).

Disampaikan Deddy, wisatawan asing yang datang ke DIY sendiri masih didominasi dari turis Eropa dan Asia. Kemudian untuk wisatawan lokal Indonesia sendiri okupansi berada di angka 40-50 persen. 

Baca Juga:Daya Beli Masyarakat Turun Imbas Kenaikan Harga BBM, PHRI DIY Berharap Ada Diskon Pajak

"Ini meningkat di Oktober bagus, rata-rata 80 persen untuk hotel bintang, non bintang sekitar 60 persen," ucapnya.

PHRI DIY tidak memungkiri bahwa mereka khawatir dengan draf RKUHP yang saat ini tengah dibahas. Khususnya terkait pasal perzinahan check in hotel bukan pasangan menikah atau bukan suami istri bakal dipenjara.

Diketahui dalam draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) itu pada pasal 415, berisi tentang setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya di pidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda.

Selanjutnya, pasal 416 juga yang tertuang ‘setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II'.

"Kita kan juga ingin membidik pasar (mancanegara) yang lain. Jangan lah, undang-undang itu dipaksakan. Saya kira itu ndak perlu, belum penting. Dikhawatirkan kalau rancangan undang-undang disahkan justru akan anjlok (okupansi). Kita baru berjuang jangan diganjel dengan aturan-aturan yang aneh," tuturnya. 

Baca Juga:Berkaca dari Kasus Suap Haryadi Suyuti, PHRI DIY Dukung Pemkot Yogyakarta Hindari Kompromi Terbitkan IMB

Justru seharusnya, kata Deddy, pemerintah membantu sektor pariwisata untuk lebih bangkit kembali dalam pasca pandemi Covid-19 saat ini. Bukan justru membuat kebijakan atau aturan yang kontradiksi.

"Ya dibantu kebijakan yang mempermudah orang berwisata. Jangan kita dihambat dengan hal yang aneh, terutama orang luar negeri bisa datang ke sini dengan aturan main yang dipermudah, misalnya. Itu kan malah juga meningkatkan ekonomi," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini