SuaraJogja.id - Sudah genap dua tahun Gunung Merapi menyandang status Siaga atau Level III. Status itu ditetapkan oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) terhitung sejak 5 November 2020 lalu.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santoso menyatakan bahwa status siaga gunung api yang berada di perbatasan DIY dan Jawa Tengah itu menjadi yang terpanjang dalam sejarah.
"Saat ini sudah dua tahun siaga Merapi dan ini memang dalam sejarah Merapi ini menjadi status siaga terpanjang," kata Agus kepada awak media, Sabtu (5/11/2022).
Walaupun memang, disampaikan Agus, jika dilihat dari sisi aktivitas erupsi sendiri bukan termasuk yang terpanjang. Sebab fase erupsi terpanjang Gunung Merapi pernah mencapai 5 tahun lamanya.
Baca Juga:Warga Disekitar Gunung Merapi Diminta Waspadai Banjir Lahar Dingin
"Dari sisi aktivitas erupsi ini bukan yang terpanjang ya karena sebelumnya sudah pernah terjadi erupsi 92 itu bertahun-tahun sampai 97-98. Jadi hampir 5 tahun," tuturnya.
Terkait dengan penetapan status Siaga itu sendiri, kata Agus memang masih dilayak disandang oleh Gunung Merapi. Mengingat berbagai kriteria yang masih terus terjadi di gunung api tersebut.
"Kalau ditanya apakah kriteria status siaga itu? Jadi status siaga itu ketika sebuah gunung api aktivitasnya itu berpotensi mengancam penduduk di pemukiman, ada potensi itu tapi belum nyata," ungkapnya.
Saat ini, Gunung Merapi masih menunjukkan potensi tersebut. Di antaranya dari pertumbuhan dua kubah lava yang ada yakni di sisi barat daya dan tengah.
Berdasarkan analisis terakhir yang dilakukan BPPTKG, volume kubah lava barat daya tercatat sebesar 1.626.000 meter kubik dan kubah tengah sebesar 2.772.000 meter kubik.
Baca Juga:BPPTKG: Intensitas Guguran Lava Menurun tapi Kubah Lava Gunung Merapi Masih Tumbuh
"Dua kubah itu kalau longsor secara masif kemudian ada ekstrusi yang besar maka itu bisa ke pemukiman. Ada potensi ke situ sehingga status siaga masih kita pertahankan," ucapnya.
Di samping itu, berdasarkan data pemantauan potensi itu dibarengi dengan masih adanya suplai magma dari dalam Merapi. Ditunjukkan dengan data kegempaan yang masih tinggi.
"Kemudian juga yang menjukkan adanya suplai ada deformasi masih berlanjut. Sebagai informasi saja, total deformasi (Gunung Merapi) sampai 15,5 meter sejak Juni 2020 sebelum status siaga. Itu lah krnapa kemudian kita pertahankan status siaga sampai dua tahun ini," tandasnya.
Gunung Merapi sendiri memasuki fase erupsi sejak tanggal 4 Januari 2021. Saat itu ditandai dengan munculnya kubah lava di tebing puncak sektor barat daya dan di tengah kawah.
Agus menambahkan potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awanpanas pada sektor selatan-barat daya meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 km. Lalu untuk Sungai Bedog, Krasak, Bebeng sejauh maksimal 7 km.
Pada sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 km dan Sungai Gendol 5 km. Sedangkan lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak.
"Masyarakat agar tidak melakukan kegiatan apapun di daerah potensi bahaya, mengantisipasi gangguan akibat abu vulkanik dari erupsi Gunung Merapi serta mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan di seputar Gunung Merapi," pungkasnya.