SuaraJogja.id - Menyambut tahun baru 2023, Indonesia dan hampir seluruh negara di dunia dihadang isu resesi global. Bagi Indonesia, resesi tentu bukanlah barang baru. Merunut sejarah, Indonesia bahkan sudah beberapa kali dihantam badai resesi parah.
Pagebluk Covid-19 berkepanjangan dan juga perang Rusia-Ukraina yang urung menemui ujungnya membuat pasokan komoditas di sejumlah negara terutama di Eropa tersendat. Situasi ini kemudian mengakibatkan terjadinya inflasi.
Sebagai respon terjadinya inflasi, bank-bank sentral hampir di seluruh dunia kompak secara agresif menaikkan suku bunga. Situasi inilah yang kemudian memicu terjadinya resesi global 2023.
Beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah mewanti-wanti perihal badai resesi global tersebut. Ia bahkan memastikan ekonomi global bakal terjerembab ke jurang resesi di tahun depan.
Baca Juga:Takut Ancaman Resesi Ekonomi 2023? Begini 5 Skenario Tepat Menghadapinya
Menurut data yang dirilis Bloomberg, Indonesia masuk di urutan ke-14 dari 15 negara di Asia yang bakal terkena imbas resesi global. Dengan probability krisis sebesar 3 persen.
Bila merujuk pada sejarah, Indonesia nyatanya bukan kali ini saja terdampak resesi global. Dan, tercatat pula bahwa sudah beberapa kali pula Indonesia berhasil pulih dari resesi.
Resesi 1963
Selepas merdeka, negara Indonesia yang baru saja lahir tidak lantas mampu hidup dalam kesejahteraan. Kelaparan, daya beli yang lesu hingga pertumbuhan ekonomi yang negatif selama dua kuartal mengakibatkan terjadinya hiperinflasi.
Tercatat pada tahun 1963 inflasi meroket hingga 119 persen. Sementara uang negara makin merosot, defisit hingga 600 persen di tahun 1965.
Situasi itu makin diperburuk dengan kebijakan pemerintah nan ambisius di bawah Soekarno yang berujung pada keluarnya Indonesia dari PBB.
Ekonomi Indonesia berangsur membaik pascameletus peristiwa 1965 yang disusul dengan pergantian tampuk kepemimpinan dari Soekarno ke Soeharto.
Di masa awal kepemimpinan Soeharto, laju inflasi mulai melambat seiring kebijakan politiknya untuk bergabung kembali dengan PBB hingga mendapat bantuan dari IMF.
Pada periode 1970-1980 ekonomi Indonesia kembali ke level positif. Selain faktor hubungan internasional yang membaik, hal lain yang mendorong selamatnya Indonesia dari resesi yakni kenaikan harga minyak dunia yang ikut mendongkrak perekonomian di dalam negeri.
Resesi 1997-1998
Setelah sempat pulih, 18 tahun berselang, Indonesia kembali terjerembab ke jurang resesi, tepatnya ketika terjadi krisis finansial Asia pada periode 1997-1998.
Krisis finansial yang terjadi membuat nilai tukar rupia anjlok dari Rp2500 menjadi Rp16.900 per dollar AS.
Sedangkan inflasi meroket hingga 80 persen pada 1998 yang memicu kenaikan harga barang secara signifikan.
Krisis di masa itupun harus dibayar mahal. Situasi yang serba tak menentu membuat kepercayaan publik terhadap pemerintah menurun hingga menimbulkan demo besar-besaran lalu berujung pada lengsernya Soeharto dari kekuasaannya.
Momen krisis yang menimpa Indonesia tersebut tercatat sebagai krisis terparah di Asia Tenggara.
Indonesia membutuhkan waktu 10 tahun untuk bisa pulih dari dampak krisis di tahun 1997-1998. Pertumbuhan ekonomi kembali stabil di angka 6,1 persen pada tahun 2007.
Resesi 2020
Berbeda dengan resesi pada 1963 dan 1998 yang disebabkan persoalan ekonomi, pada resesi tahun 2020 lalu pemicunya yakni krisis kesehatan yang disebabkan pagebluk covid-19.
Akibat dari pagebluk yang bermula dari China itu, lalu lintas perdagangan dan manusia drop secara global. Aktivitas ekonomi hingga sektor lainnya nyaris mati suri.
Dampaknya ekonomi Indonesia anjlok. Pada kuartal I-2020 mencatatkan kontraksi sebesar 5,32 persen. Untungnya Indonesia tak berkubang di situasi resesi dalam jangka waktu lama.
Ekonomi Indonesia berangsur pulih pada kuartal II-2021 dengan pertumbuhan 7,07 persen (yoy). Sementara itu di triwulan II-2022 pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat sebesar 5,44 persen (yoy).