Polemik Tunggakan Pembayaran Rp11 Miliar ke 61 Hotel di Jogja Usai Acara Kemenag, Pihak EO Angkat Bicara

Kementerian Agama menegaskan telah menyelesaikan semua kewajiban pembiayaan dalam gelaran Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) 2022.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 29 Desember 2022 | 17:02 WIB
Polemik Tunggakan Pembayaran Rp11 Miliar ke 61 Hotel di Jogja Usai Acara Kemenag, Pihak EO Angkat Bicara
Ilustrasi - Penerapan protokol kesehatan bagi tamu yang akan menginap di hotel di Yogyakarta. ANTARA/Eka AR.

SuaraJogja.id - PT Digsi yang ditunjuk sebagai Event Organizer (EO) dalam penyelenggaraan Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) Nasional XIII tahun 2022 buka suara terkait polemik tunggakan tagihan yang ditaksir mencapai Rp11 Miliar kepada 61 hotel di Yogyakarta. 

Direktur Utama PT Digsi Lewi Siby memaparkan duduk perkara dari awal hingga akhirnya nominal tunggakan pembayaran ke puluhan hotel di Jogja itu mencuat ke publik.  


Disebutkan Lewi bahwa Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk Pesparawi 2022 yang disepakati sejak awal bukan diangka Rp40-50 miliar. Melainkan mencapai nominal Rp68 miliar yang dikeluarkan oleh panitia.


"Seperti info yang keluar dari Kemenag maupun Pemda yaitu dana yang tersedia Rp30 miliar itu benar adanya dan sudah kami berikan semua dan sudah kami realisasikan untuk acara Pesparawi untuk kebutuhan-kebutuhan yang memang sudah sesuai dengan peruntukan," kata Lewi secara daring kepada awak media, Kamis (29/12/2022).

Baca Juga:Rekomendasi 10 Hotel di Jogja yang Murah Hingga Harga Terbaik


Lewi mengaku ada banyak pertimbangan sebelum akhirnya mengambil pekerjaan tersebut. Mengingat kekurangan dana yang cukup besar itu tadi atau sebesar Rp38 miliar.


"Sebelum kami sepakat menjalankan event ini, kami pun mendapatkan hasil diskusi terkait dengan Rp38 miliar itu. Kami diminta tolong untuk membantu menyarankan membuat konsep agar bisa mendapatkan Rp38 miliar ini, kekurangan dari event tersebut," ungkapnya.


Dari situ, pihaknya menyarankan untuk meminta bantuan dari para pengusaha maupun pejabat yang terlibat dalam acara itu. Mengingat tidak sedikit pula pejabat dan pengusaha yang terlibat di dalamnya.


Kemudian tercetuslah sebuah konsep malam penggalangan dana dengan tujuan untuk menutup kekurangan anggaran tadi. Konsep yang bertajuk Royal Dinner itu bahkan sudah disepakati oleh semua pihak.


Royal Dinner sendiri direncanakan juga akan turut menghadirkan Sri Sultan Hamengku Buwono X selaku orang nomor satu di DIY. Tentunya bersama dengan para pejabat dan pengusaha yang diundang.

Baca Juga:Strategis dan Nyaman, Ini Dia 5 Pilihan Hotel di Jogja Dekat Malioboro


"Tapi ternyata kenyataannya itu event yang kami suggest untuk penggalangan dana tidak terjadi sama sekali sampai dengan acara kita selelsai," ujarnya.


Hal itu dikarenakan, kata Lewi, pihaknya di situ hanya sebagai penyedia jasa saja. Sehingga tidak mempunyai kekuasaan atau wewenang mengundang para pejabat dan pengusaha dalam acara penggalangan dana itu.


Sehingga kekurangan dana sebesar Rp38 miliar itu tidak dapat dicukupi. Mengingat acara penggalangan dana pun tidak teralisasi. 


"Kita sebagai penyedia jasa tidak ada wewenang apapun untuk mengundang. Jadi itu semua kita bebankan pada pihak Pemda, maupun waktu itu pihak LPPN," tuturnya. 


Menurut Lewi, konsep penggalangan dana melalui Royal Dinner itu bukan tanggungjawab pihaknya dalam hal ini EO semata. Melainkan dibagi dua yakni PT Digsi selaku EO yang bertugas membuat konsep itu. 


Dan untuk yang bertanggungjawab mengundang para pengusaha dan pejabat termasuk dengan Sri Sultan HB X sendiri adalah dari Pemda DIY maupun panitia lain baik dari LPPN dan LPPD.


Terkait dengan pernyataan Pemda DIY maupun Kemenag mengenai kekurangan dana merupakan tanggungjawab EO, Lewi menyatakan bahwa sebelumnya telah ada diskusi terlebih dulu. Dalam artian tanggungjawab EO dinilai hanya sebagai penyedia jasa saja. 


"Jadi hanya membuat konsep, solusi untuk mendapatkan Rp38 miliar seperti apa karena sebenarnya kita tidak ada kredibilitas ataupun kapasitas untuk mengundang para pengusaha. Jadi memang waktu itu kita sepakat, oke kita mencari solusi bersama-sama," terangnya. 


Sehingga dalam hal ini, disampaikan Lewi, kekurangan dana itu sudah seharusnya diupayakan bersama-sama. 


"Karena kalau dari kami, kami hanya penyedia jasa yang memang waktu itu saat meeting ditanyakan ide. Ide untuk mendapatkan kekurangan itu seperti apa. Bukan untuk mencari dananya tapi ide atau konsep untuk mencari dananya itu seperti apa. Hingga akhirnya keluar lah acara royal dinner yang dimana tanggungjawab kami sendiri sebagai penyedia jasa EO untuk membuat konsep seperti layaknya eo-eo pada umumnya dan untuk masalah tamu undangannya itu menjadi tanggungjawab dari pihak panitia," tandasnya.


PT Digsi sendiri ditunjuk oleh Lembaga Pengembangan Pesparawi Daerah (LPPD) sebagai perwakilan dari Pemda DIY untuk menjadi EO dalam acara ini.


Ketika kemudian kebutuhan dana itu tidak tercapai, pihaknya mengaku tidak lantas tinggal diam. Pihak EO mengklaim bahwa melakukan sejumlah perubahan terkait acara tersebut guna menyesuaikan dengan anggaran yang ada.


"Mungkin kalau untuk dibilang kita mengubah acara itu memang kita mengubah acara. Makanya dari anggaran yang semestinya Rp68 miliar itu kami dari penyedia jasa memodify agar cost tidak terlalu besar. Jadi harusnya di Rp68 miliar, kita modify sampai berkurang menjadi sekitaran Rp50 miliar," terangnya.


Ditambahkan Lewi, hal tersebut kemudian berdampak pada pelunasan beberapa rekanan yang terlibat. Bukan hanya puluhan hotel saja yang mengalami tunggakan tagihan pembayaran.


Tetapi juga beberapa vendor lain yang terlibat dalam acara yang berlangsung pada tengah tahun lalu tersebut. Hingga saat ini pihaknya juga belum dapat melunasi tunggakan-tunggakan itu.


"Sebenarnya yang terlibat yang belum kami lunaskan ada beberapa. Termasuk kami pun mengeluarkan dana kami pribadi itu pun hasil kerja sama dari pihak lain yang ternyata karena di sini kita bilangnya wanprestasi. Jadi kita pun tidak bisa membayar kerugikan partner kami," ungkapnya.


"Itu ada kekurangan di situ maupun vendor-vendor lain seperti vendor katering, maupun ada beberapa vendor yang terlibat yang di luar dari hotel pun yang belum terlunasi," imbuhnya.


Sebelumnya, Kementerian Agama menegaskan telah menyelesaikan semua kewajiban pembiayaan dalam gelaran Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) 2022. 


"Kemenag tidak punya tunggakan. Bantuan untuk pembiayaan kegiatan telah diserahkan ke panitia. Sesuai kesepakatan, jika anggaran kegiatan kurang pihak EO yang mencari kekurangannya," tegas Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama, Jeane Maria Tulung di Jakarta, Rabu (28/12/2022).


Jeane memaparkan bahwa Pesparawi 2022 sendiri diselenggarakan atas kerja sama empat pihak. Di antaranya Kementerian Agama (Kemenag), Lembaga Pengembangan Pesparawi Nasional (LPPN), Lembaga Pengembangan Pesparawi Daerah (LPPD) serta Pemda DIY.


Disampaikan Jeane, para pihak yang terlibat sejak awal sudah bersepakat dengan pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing. Termasuk PT Digsi yang ditunjuk sebagai EO.


"Sesuai kesepakatan, pembiayaan ditanggung para pihak, Kemenag, tuan rumah, serta LPPN dan LPPD. Selanjutnya Pemda menerbitkan surat penunjukan PT Digsi sebagai EO yang diberi tugas juga untuk mencari sponsor," ujarnya.


Pihaknya memperkirakan perhelatan Pesparawi 2022 menelan biaya Rp40-50 miliar. Dana sebesar Rp30 miliar sendiri sudah disalurkan untuk acara tersebut.


Kemudian diterangkan jika memang ada kekurangannya sebagaimana kesepakatan tertulis, menjadi tanggung jawab EO yang ditunjuk untuk mencari sponsor.


"Jadi, Kemenag sudah selesaikan seluruh tanggung jawabnya. Kami juga menyimpan surat pernyataan bahwa EO sanggup mencarikan kekurangan biaya," sebutnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini