SuaraJogja.id - Polda DIY mengungkap berhasil mengungkap 601 kasus narkoba selama tahun 2022. Jumlah kasus itu naik 14,04 persen dari tahun lalu yang berada di angka 527 kasus.
Berbagai barang bukti dari ganja, sabu, tembakau gorila hingga obat-obatan psikotropika lainnya berhasil diamankan polisi. Tersangkanya pun berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, mulai dari swasta, buruh, pengangguran, bahkan mahasiswa dan pelajar.
Khusus untuk tersangka mahasiswa memang mengalami penurunan kasus dari 54 di tahun lalu menjadi 52 pada tahun 2022. Namun dari golongan pelajar justru mengalami peningkatan dari 14 tahun lalu menjadi 21.
Menanggapi hal tersebut Sosiolog Universitas Gajah Mada (UGM), Arie Sujito mengakui memang ada kerentanan mahasiswa dan pelajar terlibat dalam kasus narkoba. Namun jika dilihat lebih luas ada bisnis narkoba sebagai sebuah industri itu sendiri yang harus di atasi.
Baca Juga:Aksi Anggota TNI Todongkan Pistol di Tol Jagorawi Viral, Ini Komentar Sosiolog UGM
"Saya kira kalau kepolisian mau melakukan upaya menangani itu ada wilayah yang perlu diekspos dan ada yang tidak perlu. Tapi harus ada capaian akuntabilitas hasil yang dikerjakan. Ini memang problem serius tapi enggak mungkin, misalnya tanpa melibatkan partisipasi. Contoh misalnya di kos-kosan deteksi dini seperti apa, perilaku di sekolah, kampus juga perlu menjadi bagian untuk pencegahan itu," kata Arie, Minggu (1/1/2023).
Oleh karena itu, disampaikan Arie, penindakan hukum yang dilakukan kepolisian atas kasus-kasus seperti itu tentu harus juga disampaikan diagnosisnya. Hal itu supaya tidak terjadi perluasan lagi di masyarakat.
"Konsistensi penegakan hukum ini juga menjadi pr kita semua. Kalau tidak saya kira, fenomena narkoba, disorientasi, dan yang lain ini sebenarnya gaya hidup juga yang terjadi juga di beberapa tempat yang lain. Cuma kebetulan di Jogja itu banyak mahasiswa sebagai kota pelajar," terang pria yang menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat dan Alumni UGM itu.
Menurutnya harus ada perubahan paradigma terkait kasus ini. Dimulai dari pelajar atau mahasiswa itu yang digandeng untuk memerangi dan mengatasi narkoba.
Tentunya hal Ini akan membutuhkan peran tidak hanya kepolisian saja. Melainkan juga dinas pendidikan yang harus mempunyai visi tidak hanya berkutat dengan nilai para siswa saja.
"Jangan dianggap tidak ada masalah. Percuma punya nilai yang bagus di kelas tapi kalau perilaku sosialnya sebenarnya rentan. Oleh karena itu di dinas pendidikan jangan dianggap tugasnya selesai. Kalau sudah punya nilai bagus tugasnya selesai, buktinya masih banyak masalah. Oleh karena itu kolaborasi," ungkapnya.
Ia menilai dibutuhkan pendekatan dari semua pihak terkhusus dinas pendidikan di daerah yang lebih baru. Untuk kemudian bisa membuat pelajar atau mahasiswa yang sebelumnya dianggap sebagai objek kemudian menjadi subjek.