SuaraJogja.id - Shinta Ratri, sosok transpuan yang berperan penting dalam berdirinya Pondok Pesantren (Ponpes) Waria Al-Fatah Yogyakarta tutup usia pada Rabu (1/2/2023) pagi tadi. Serangan jantung disebut menjadi penyebab utama Shinta meninggal dunia.
Namun pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) itu bukan tanpa warisan begitu saja ketika meninggalkan keluarga, kerabat dan seluruh transpuan di komunitasnya. Lebih dari Ponpes Al-Fatah, para waria nasrani pun tak luput dari perhatian sosok Shinta.
Mungkin tak banyak yang mengetahui bahwa Shinta juga turut andil dalam memberikan ruang bagi rekan-rekan waria beragama Nasrani untuk bisa kembali beribadah.
Kisah ini diceritakan oleh Pendeta GBI Jalan Terang Kasih Tuhan, Ratna Setyaningsih. Bermula dari bergabungnya Ratna ke komunitas waria yang diampu oleh Shinta setelah diajak oleh salah satu waria juga yang ada di sana.
Baca Juga:Profil Shinta Ratri, Alami Jatuh Bangun Mendirikan Ponpes Waria Sebelum Meninggal
Saat itu Shinta meminta Ratna untuk membina kerohanian kawan-kawan waria khususnya yang beragama Nasrani. Menyusul masih banyaknya orang-orang yang mendiskriminasi waria ketika datang ke rumah ibadah.
"Awalnya beliau memberikan tempat di ponpesnya itu untuk ibadah untuk waria yang Nasrani karena selama ini tidak ada yang membina dan saya melakukan apa yang beliau minta," kata Ratna ditemui di rumah duka, Rabu (1/2/2023).
Ratna meyakini bahwa semua manusia sama dihadapan Tuhan terlepas dari apapun bentuk lahiriahnya. Sering kali justru manusia yang menghakimi manusia lain karena melihat penampilan lahiriah itu.
Keyakinan itu, ditambah dengan ajakan dari Shinta membuat Ratna semakin yakin untuk membuka ruang tersebut. Hingga muncul persekutuan doa untuk kawan-kawan waria nasrani itu dengan nama Jalan Terang Kasih Tuhan.
"Itu nama dari beliau. Karena beliau pernah punya pengalaman ada satu waria nasrani tapi karena tidak ada pembinaan dari pihak nasrani sehingga dimakamkan dengan cara muslim. Sehingga itu yang membuat dia menyesal kok tidak bisa memberikan fasilitas terbaik ketika orang itu akan kembali kepada Tuhan," ungkapnya.
Tercatat mulai 23 April 2021 persekutuan doa untuk waria nasrani itu melangsungkan ibadah pertamanya. Shinta pun tidak keberatan untuk memberikan tempatnya di ponpes untuk mereka beribadah.
Mereka terus berjalan berbarengan, bersinergi satu sama lain melakukan berbagai program yang disusun. Tidak terkotak-kotak satu agama saja. Mereka melebur menjadi satu kesatuan.
"Kita benar-benar tidak menyangka ya, kalau ada acara kerohanian muslim kami juga ikut mendukung. Demikian juga kalau kami beribadah beliau (Shinta) juga ikut terus mendampingi anak-anak waria," tuturnya.
"Jadi kita benar-benar mengalami yang namanya dihadapan Tuhan itu tanpa sekat tanpa jarak karena tidak ada yang namanya jubah agama, yang ada kita dihadapan Tuhan sebagai manusia yang rindu mendekat dan mengenal Tuhan dan mencari kehendak Tuhan lewat panggilan hidup masing-masing," paparnya.
Selain itu, Ratna menyampaikan, lebih dari sekadar beribadah saja. Dalam persekutuan doa itu, pihaknya juga benar-benar merangkul hingga membimbing para waria itu untuk kembali menemukan hubungan dengan Tuhan.
Sekarang sudah ada sekitar 40 orang waria yang tergabung dalam persekutuan doa tersebut. Kesepakatan awal ibadah dilaksanakan pada setiap hari Jumat sore sebulan dua kali.
Namun dalam perjalanannya antusiasme tambah besar. Diungkapkan Ratna, ternyata banyak dari para waria yang sungguh-sungguh mau belajar mengenal Tuhan. Mereka mengalami perubahan hidup. Hingga mereka kini beribadah di Hotel Horaios setiap hari Jumat pukul 16.00 WIB.
"Kebanyakan orang kan sulit untuk memberi kesempatan kedua, apa bisa bertobat, berubah, karena kita pakai cara kita. Namun kita lupa kita ini ciptaan Tuhan. Tuhan punya banyak cara untuk memanggil umatnya kembali kepada dia," ucapnya.
Peran Shinta tak berhenti sampai di situ. Sosok Shinta bahkan tetap menjadi tempat bagi para waria khususnya yang beragama Nasrani untuk curhat atau bercerita tentang keluh kesah mereka.
"Ya justru karena dia (Shinta) seorang muslim tapi justru memikirkan waria-waria nasrani yang selama ini tidak ada yang membina kerohaniannya. Loh itu yang luar biasa. Mungkin kami dari orang nasrani pun belum tentu punya kepedulian loh," cetusnya.
Tak hanya beribadah setiap pekan saja. GBI Jalan Terang Kasih Tuhan juga mencoba membantu para waria yang mengalami kesusahan. Mulai dari pengadaan sembako, pengobatan saat sakit hingga pemberian pinjamam modal ringan untuk mendorong para waria mempunyai usaha.
Sosok Shinta Ratri dianggap sebagai sebuah jembatan bagi para waria itu. Mereka yang kehilangan arah kembali dituntun ke arah yang lebih baik.
Ratna mengakui ada sejumlah program atau keinginan yang belum sempat dilakukan bersama dengan Shinta. Mengingat kesibukan Shinta selama ini. Kendati demikian semangat Shinta dalam memberikan hak yang sama bagi para waria untuk beribadah itu akan selalu berkobar.
"Tapi yang jelas dia (Shinta) ingin supaya para waria punya hak yang sama dalam ibadah. Itu kerinduan dia. Dia mengerti bahwa apapun agama kita, kita akan juga kembali kepada Tuhan," urainya.
Diketahui bahwa semasa hidupnya Shinta dikenal sebagai sosok yang memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya hak-hak kelompok transpuan alias waria, sama seperti dirinya.
Dia aktif bergerak di komunitas yang memberdayakan orang-orang sepertinya agar tetap bisa mandiri walau dipandang miring oleh para tetangganya. Shinta merupakan ketua Ikatan Waria Yogyakarta (IWAYO).
Meski kerap dianggap menyimpang, Shinta tak melupakan kewajibannya terhadap Tuhan. Dia bahkan mendirikan Pesantren Waria Al-Fatah Yogyakarta sebagai tempat bernaung para transpuan yang sedang mencari Tuhan.