SuaraJogja.id - Ulah Mario Dandy Satriyo, putra dari pejabat Dirjen Pajak Kanwil II Jaksel yakni Rafael Alun Trisambodo, berpotensi membuat turunnya kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak. Dosen Akuntansi Sektor Publik, Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia atau UII Yogyakarta, Mahmudi, Ak.,CMA, CA. mengemukakan hal tersebut kepada Suara.com, Jumat (24/2/2023).
Menurutnya, salah satu faktor yang mendorong kepatuhan membayar pajak adalah kepercayaan kepada fiskus (aparat pajak).
"Jadi, kepercayaan ini kalau misalnya kemudian berkurang atau turun, bisa jadi menyebabkan kepatuhan pajak itu akan menjadi turun," ujarnya.
"Karena orang akan berpikir, ternyata banyak petugas yang tidak benar, jadi tidak percaya. Sebagai masyarakat, publik berpikir 'Uang pajak saya itu nanti bagaimana nasibnya?'," lanjut Mahmudi.
Baca Juga:Rincian Harta Jumbo Rafael Alun Trisambodo, Naik Rp 35 Miliar Dalam 10 Tahun!
Mahmudi menyoroti, kasus aparatur pajak yang berulah, seperti Rafael -yang memiliki harta tak dilaporkan- bukan kali pertama. Sebelumnya, kita bisa melihat adanya orang seperti Gayus Tambunan.
Dengan demikian, ia mendorong harus ada reformasi birokrasi menjadi lebih bersih, di tingkat Dirjen Pajak.
"Kasus orang pajak menjadi terlibat banyak suap, bukannya menurun malah semakin banyak. Kemudian lagi, pejabat yang tidak melengkapi LHKPN ke KPK. Lalu ada kenaikan harta yang fantastik, gaya hidup mewah petugas pajak, tentu kita bertanya-tanya dari mana kekayaan itu?," sebutnya.
Ketidakpatuhan Pejabat Pajak Terhadap Pelaporan Pajak Bikin Kecewa Rakyat Kecil
Ia tak menampik bahwa, trust (kepercayaan) juga turut menjadi salah satu yang memengaruhi kepatuhan subjek pajak kepada fiskus.
Baca Juga:Kasus Penganiayaan David Oleh Anak Petinggi Pajak Viral, Warganet Sandingkan dengan Sambo dan PC
Fiskus ini adalah pemerintah, yang dalam hal ini diwakilkan oleh petugas, pegawai pajak; mulai dari Dirjen Pajak, aparat, pejabat dan pegawai di bawahnya.
"Ayahnya Mario kan kepala Bagian Umum di DJP, tidak tahu eselon di atas-atasnya itu. Tidak tahu malah belum terungkap, atau mungkin ada kasus permasalahan pajak dan [masalah] kepatuhan dari petugas itu sendiri, dalam melaporkan harta dan sebagainya," tuturnya.
Mahmudi menjelaskan, sebetulnya mencuatnya bobrok di kantor aparatur pajak ini berawal dari ulah anak pejabat DJP. Merembet ke munculnya informasi perihal harta kekayaan sang ayah yang begitu besar dan tak terlaporkan.
"Saya juga sebagai pembayar pajak kecewa sebetulnya dengan kondisi seperti ini. Karena masyarakat sudah membayar pajak dengan kerja kerasnya. Seperti para guru, pegawai, pengusaha kecil juga turut membayar pajak," imbuhnya.
"Pemerintah kan menargetkan penerimaan pajak yang tinggi. Ketika perilaku pegawai pajak ternyata tidak sesuai yang diharapkan masyarakat, tentu ada rasa kecewa kepada fiskus," ucapnya.
Kondisi ini bisa berujung pada masyarakat masih mau rela membayar pajak karena kecintaan kepada Republik Indonesia, karena adanya ketetapan yang mengikat (aturan negara). Tetapi di sisi bersamaan, masyarakat juga menuntut pemerintah membereskan dan membersihkan pegawai pajak yang tidak bekerja dengan baik.
Kontributor : Uli Febriarni