Mencuat Wacana Wisata Politik di DIY, Jangan Sampai Merusak Tatanan

Jadi wisata politik kapasitasnya tidak boleh untuk propaganda namun lebih ke arah edukasi, tentunya semuanya akan menjadi nyaman

Galih Priatmojo
Sabtu, 27 Mei 2023 | 16:14 WIB
Mencuat Wacana Wisata Politik di DIY, Jangan Sampai Merusak Tatanan
Suasana Malioboro Mall setelah diambil alih Pemda DIY, Selasa (13/9/2022) - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Wacana DIY untuk mengembangkan wisata politik menjelang Pemilu 2024 mengemuka. Namun usulan Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) DIY yang disetujui Dinas Pariwisata (dinpar) DIY tersebut perlu dikaji matang.

Sebab pasca pandemi COVID-19, sektor pariwisata baru mulai berbenah. Jangan sampai wacana wisata politik tersebut merusak tatanan industri pariwisata di DIY.

"Tidak masalah ada [wacana] wisata politik, bisa saja [pemilu 2024] jadi komoditi wisata tapi jangan sampai merusak tatanan yang sudah ada, politik jangan sampai merusak pariwisata yang sudah dibangun susah payah pasca pandemi," papar Sekjen Himpunan Lembaga Pendidikan Tinggi Pariwisata Indonesia (hildiktipari), Damiasih di sela Tourism Trends 2023-2024 di Yogyakarta,  Sabtu (27/05/2023).

Menurut Wakil Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo Yogyakarta (stipram) tersebut, mesti pengelola wisata bisa membuat paket-paket wisata berbasis politik, mereka tidak perlu masuk terlalu dalam di dunia politik

Baca Juga:Kental Potensi Budaya, PHRI DIY Sarankan Rangkaian Pemilu 2024 di Jogja Dikemas Jadi Daya Tarik Wisata

Alih-alih terjebak pada kontestasi politik, para pengelola wisata lebih baik mengedepan edukasi politik dan Pemilu 2024 terhadap wisatawan di DIY. Dengan demikian masyarakat akan mendapatkan lebih banyak pengetahuan tentang politik di Indonesia.

"Jangan sampai politik justru memporak-porandakan masyarakat dan pariwisata jogja. Edukasi lebih penting untyuk menyadarkan masyarakat, apalagi saat ini era digital sudah merasuk dalam kehidupan manusi. Jangan sampai persaingan politik yang dibawa ke dunia pariwisata justru mengakibatkan kerusuhan dan lainnya, itu kan merusak pariwisata," ujarnya.

Sementara kerjasama pengelola wisata dengan partai politik (parpol) dalam wacana wisata politik sah saja dilakukan. Namun bila kerjasama tidak dilakukan sebagai bentuk edukasi, maka masyarakat justru akan tergoda dalam lingkaran kontestasi politik yang lebih mengedepankan persaingan demi mendapatkan suara pemilih.

Kebijakan yang tepat dalam pengelolaan pariwisata sangat dibutuhkan mengingat keberlanjutan pariwisata DIY maupun nasional perlu terus dijaga. Apalagi persaingan di sektor pariwisata semakin ketat di tingkat dunia akibat resesi global dan perang Ukraina dengan Rusia yang tidak kunjung usai.

"Jadi wisata politik kapasitasnya tidak boleh untuk propaganda namun lebih ke arah edukasi, tentunya semuanya akan menjadi nyaman," paparnya.

Baca Juga:Okupansi Rata-rata Capai 80 Persen, PHRI DIY Sebut Lebih Baik Ketimbang Masa Lebaran

Damiasih menambahkan, saat pandemi sudah melandai dan dunia menuju endemi, peran berbagai stakeholder dalam memulihkan sektor pariwisata sangat dibutuhkan. Tak melulu tugas dari pengelola wisata untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, pemangku kebijakan dan lembaga pendidikan tinggi pun perlu berperan dalam mengembangkan pariwisata pada tahun-tahun mendatang.

Pulihnya sektor pariwisata nantinya akan meningkatkan perekonomian bangsa. Sehingga kekhawatiran resesi dunia tidak akan terjadi karena perekonomian Indonesia stabil.

"Kita perlu berusaha semaksimal dunia menjadi nyaman dengan pariwisata meski perang masih terjadi," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini