Menyusuri Rumah Sukarni di Jogja: Tempat Diskusi Adam Malik dan Tan Malaka hingga Diserang Bom

rumah sukarni kerap disambangi para tokoh-tokoh pergerakan Indonesia

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 16 Agustus 2023 | 10:00 WIB
Menyusuri Rumah Sukarni di Jogja: Tempat Diskusi Adam Malik dan Tan Malaka hingga Diserang Bom
Rumah Sukarni salah satu aktor di balik peristiwa Rengasdengklok yang terletak di kawasan Kota Yogyakarta. [Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana]

SuaraJogja.id - Peristiwa Rengasdengklok merupakan salah satu peristiwa yang penting dan tak bisa dilepaskan dalam perjalanan panjang kemerdekaan bangsa Indonesia. Pasalnya peristiwa sejarah terkait ‘penculikan’ Soekarno dan Hatta itu berkaitan erat terhadap pengumuman proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Ada banyak tokoh yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Salah satunya adalah Sukarni Kartodiwirjo. Nama yang tak terlalu mendapat sorotan namun menjadi tokoh sentral dalam detik-detik proklamasi Indonesia.

Biografi Sukarni

Sukarni Kartodiwirjo lahir pada tanggal 14 Juli 1916 di Garum, Blitar, Jawa Timur. Sukarni telah ditempa dengan semangat kebangsaan ketika memulai pendidikannya di Mardisiswo. Sejak remaja Sukarni telah aktif terlibat dalam berbagai kegiatan hingga mendirikan Persatuan Pemuda Kita. Ia pun diangkat sebagai ketua Indonesia Muda cabang Blitar kala itu.

Baca Juga:Sejarah dan Asal Usul Istilah Pramuka yang Dicetuskan Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Sukarni Kartodiwirjo
Sukarni Kartodiwirjo

Semangat nasionalisme Sukarni terus bergelora seiring perjalanan. Ia sempat melanjutkan sekolah di Yogyakarta hingga hijrah ke Jakarta untuk sekolah guru serta mempelajari bidag jurnalistik di Bandung. Meski tak lama, saat pendudukan Jepang, Sukarni pernah bekerja sebagai jurnalis pada kantor berita Antara (Domei).

Naluri Sukarni yang terus berkembang membuatnya sebagai aktivis yang revolusioner serta membawanya kembali aktif pada kegiatan organisasi. Berbagai pengalaman itu membentuk Sukarni sehingga akhirnya dapat berperan dalam kejadian-kejadian jelang proklamasi Indonesia.

Bersama tokoh-tokoh lain seperti Wikana, Chaerul Saleh, Sayuti Melik, dan beberapa pemuda aktivis revolusioner lainnya, Sukarni berperan penting dalam detik-detik bersejarah bagi bangsa Indonesia tersebut. Ia dan para pemuda lainnya ikut mengamankan Soekarno dan Muhammad Hatta ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.

Usai kemerdekaan RI, Sukarni ditunjuk sebagai Seksi Pemerintah dan Urusan Luar Negeri dalam Barisan Buruh Indonesia. Usai pemerintahan RI dipindahkan ke Yogyakarta, ia pun pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Persatuan Perjuangan (PP) yang diketuai oleh Tan Malaka.

Sukarni juga didaulat menjadi Ketua Umum Partai Murba hingga wafat. Saat Pemilihan Umum 1955, ia terpilih sebagai anggota konstituante wakil dari Partai Murba. Seiring perjalanannya, Sukarni lantas dipercaya untuk mengemban tugas sebagai duta besar RI di Peking, Tiongkok.

Baca Juga:Simak Sejarah Hari Pramuka Setiap Tanggal 14 Agustus

Jabaran kenegaraan terakhir yang diemban Sukarni sebelum wafat adalah anggota Dewan Pertimbangan Agung di era pemerintahan Seoharto. Sukarni meninggal dunia pada 7 Mei 1971 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Atas jasa-jasanya ia mendapat bintang jasa Mahaputra kelas empat.

Rumah Sukarni

Sukarni menikah dengan Nursyiar Machmud pada tahun 1942. Pasangan ini dikaruniai lima orang anak, mereka adalah Luhantara, Kumalakanta, Parialuti Indarwati, dan Goos Murbantoro, serta Emalia Iragiliati.

Rumah Sukarni salah satu aktor di balik peristiwa Rengasdengklok yang terletak di kawasan Kota Yogyakarta. [Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana]
Rumah Sukarni salah satu aktor di balik peristiwa Rengasdengklok yang terletak di kawasan Kota Yogyakarta. [Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana]

Sukarni dan keluarga cukup lama tinggal di Yogyakarta. Sebelum akhirnya berpindah lagi menuju Jakarta karena tugas negara. Rumah Sukarni di Jogja itu tepatnya terletak di Jalan Sunaryo No.12 Kelurahan Kotabaru, Gondokusuman, Kota Yogyakarta.

“Rumah itu dari 1940-an. Itu rumah Belanda. Tinggal di sana sampai 1954-1955 lalu pindah Jakarta,” ujar anak ketiga Sukarni, Parialuti Indarwati Sukarni saat dihubungi beberapa waktu lalu.

Rumah yang bergaya arsitektur indis itu masih terawat dengan baik. Fasad pada bangunan ini secara umum hampir sama dengan rumah indis lainya yang didominasi oleh dinding putih tebal dengan pintu pada bagian tengahnya.

Memiliki halaman cukup luas dengan beberapa pepohonan yang berfungsi sebagai perindang. Atap pada bangunan ini menggunakan jenis atap limasan yang memiliki empat bidang sisi, yang pada bagian depan terdapat kombinasi.

Pintunya menggunakan jenis pintu panel dengan dua daun pintu yang terbuat dari kayu dan kaca. Kesan pertama ketika masuk ke rumah tersebut adalah suasana sejuk meski udara di luar sedang terik.

Pada bagian lantai masih sama dengan aslinya yaitu menggunakan lantai ubin berwarna abu-abu. Rumah ini terbagi dalam beberapa ruangan dari mulai ruang depan dan beberapa kamar.

Rumah ini mendapatkan penghargaan Pelestari Bangunan Heritage 2019 karena upaya konservasi. Kini rumah bersejarah tersebut sudah tak ditempati lagi.

Namun pengembangan terus dilakukan termasuk dengan menggunakan metode adaptive-reuse dengan menyuntikan fungsi baru seperti kafe hingga homestay. Hal ini bertujuan untuk menarik generasi muda untuk mempelajari sejarah.

Parialuti mengatakan bahwa saat ini rumah tersebut dibuka untuk disewakan. Kendati demikian ia tak mau asal menerima penyewa rumah itu secara sembarangan. Mengingat rumah yang sarat akan sejarah itu membutuhkan perawatan yang cukup tinggi agar tidak rusak.

“Perawatan rumah Belanda susah, maintenance-nya tinggi. Kalau sekarang saya sewakan. Saya inginnya jadi galeri aja, lukisan atau apa. Jangan dipakai kantor, karena perawatan itu tinggi,” tuturnya.

Rumah Bersejarah

Meskipun hanya ditempati beberapa saat, Parialuti mengungkapkan bahwa rumah tersebut tetap memiliki sejarah tersendiri. Tak hanya menjadi tempat beristirahat dan berkumpul bersama keluarga, tempat itu dulu juga kerap digunakan untuk pertemuan para tokoh nasional.

Presiden Sukarno bersama Sukarni dan keluarga
Presiden Sukarno bersama Sukarni dan keluarga

“Jadi itu rumah Sukarni bukan hanya rumah ayah saya, tapi tempat rapatnya Adam Malik, Guru (AH) Nasution, Tan Malaka, Muh Yamin semua kesitu. Jadi memang itu sangat bersejarah. Itu ada ruang kecil (untuk berkumpul),” ungkap Parialuti.

Disampaikan Parialuti, sosok ayahnya itu memang sering berpindah-pindah semasa hidupnya. Mengingat aktifnya sang ayah dalam berbagai kegiatan maupun organisasi di masa muda.

Baru kemudian setelah kemerdekaan Indonesia, Sukarni dan keluarganya menetap beberapa saat di Yogyakarta. Hingga kemudian anak-anaknya lahir, bertumbuh besar dan bersekolah di kota pelajar tersebut.

“Ayah saya pindah Jakarta. Jadi tidak lama di Jogja, dia tinggal di Jakarta di Jalan Tanah Abang 2 Nomor 80,” ungkapnya.

Peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi? Rapat-rapat sama depan itu dibom kita ngungsi ke dalam itu ada lobang.

Ia menggambar sosok ayahnya itu sebagai seorang pemberontak yang sudah berani sejak kecil. Bahkan disebutkan Parialuti, ayahnya sempat harus ditahan dalam jeruji besi untuk beberapa saat akibat keberaniannya.

Kendati demikian sosok ayahnya dikenal dekat dengan semua orang. Termasuk tokoh-tokoh nasional lain, Soekarno salah satunya. Sukarni juga diketahui menjadi orang yang mengusulkan agar Soekarno-Hatta yang menandatangani naskah proklamasi atas nama rakyat Indonesia.

“Jadi ayah saya itu memang pemberontak dari kecil. Memang ayah itu orangnya rebellious sekali tapi artinya dia dekat Soekarno, dengan semua orang, ke sana kemari, maksudnya unggah-ungguhnya itu apik. Walaupun dia itu orang Blitar dan semangat Indonesia itu memang nomor satu. Makanya dia diberi pahlawan nasional,” tandasnya.

Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Sukarni diberikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 7 November 2014 lalu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak