Terpapar Psoriasis Akibat Dampak Kemarau Panjang, Claudya Kesulitan Saat Keluar Ruangan

Psoriasis merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan peradangan pada kulit.

Galih Priatmojo
Sabtu, 30 September 2023 | 17:35 WIB
Terpapar Psoriasis Akibat Dampak Kemarau Panjang, Claudya Kesulitan Saat Keluar Ruangan
Penyintas Psoriasis di DIY, Claudya al Feny memperlihatkan ruam akibat penyakit tersebut dalam pertemuan bersama penyintas lain di Yogyakarta, Sabtu (30/09/2023). [Kontributor/Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Musim kemarau yang panjang akibat dampak El Nino yang diprediksi terjadi hingga awal 2024 mendatang tak hanya membuat kekeringan meluas di DIY.  Ancaman penyakit pun mulai bermunculan, salah satunya psoriasis.

Psoriasis merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan peradangan pada kulit. Gejala umumnya termasuk bercak merah dengan sisik perak yang terasa gatal dan terkelupas yang salah satunya disebabkan cuaca ekstrim seperti panas atau yang berlebihan.

"Psoriasis atau gangguan epidemis kulit ini prevalensinya sudah 2,5 persen kalau di indonesia. Selain stres, faktor lingkungan [kemarau] misalnya cuaca panas seperti sekarang ini,"ujar Seksi Standarisasi Bidang Pelayanan Kesehatan Dina Kesehatan(dinkes) DIY, Fitri Indah Kurniawati disela pertemuan dengan para penyintas Psoriasis di Yogyakarta, Sabtu (30/09/2023).

Penyakit ini, menurut Fitri banyak diderita masyarakat usia produktif pad usia 15 hingga 30 tahun. Namun bisa juga muncul kasus penyakit itu di usia lanjut.

Baca Juga:Kemarau Panjang di DIY Akibatkan Gagal Panen, Pemda Kebut Sitangki

Karena muncul di usia produktif maka perlu deteksi dini, upaya preventif dan pengobatan optimal. Dengan demikian tidak mengurangi kualitas hidup.

"Karena kan masa-masa yang produktif ya, karena kalau kumat kan tidak bisa bekerja sehingga kualitas hidupnya turun," ujarnya.

Sementara salah seorang penyintas Psoriasis, Claudya al Feni mengaku kemarau berkepanjangan yang terjadi saat ini seringkali memperparah sakitnya. Kulitnya yang sangat sensitif tidak bisa menerima udara yang sangat kering dan akhirnya kulitnya mengeluarkan ruam, gatal, bahkan perih.

"Saya sudah sakit psoriasis ini sejak 2016 dan tidak terpapar panas yang tinggi atau dingin yang berlebihan. Saat musim kemarau panjang ini saya akhirnya tidak boleh banyak keluar ruangan padahal masih kuliah," ungkapnya.

Penurunan kualitas hidup, lanjut Claudya sangat dirasakannya. Sebagai warga di usia produktif, dia mengalami kendala untuk bisa memaksimalkan potensi diri. Apalagi bila ada perundungan dari orang lain yang berkomentar negatif akan penyakit yang dideritanya.

Baca Juga:Musim Kemarau Panjang Pengaruhi Kualitas Udara Kota Yogyakarta, Begini Kondisinya

Mahasiswi Program Magister Psikologi UMBY ini mengaku beberapa mengalami perundungan secara verbal. Dia disebut korengan dan ada orang yang tidak mau mendekat padanya.

Awalnya Claudya merasa rendah diri karena penyakit kulit tersebut. Namun saat ini dia terus berusaha berdamai dengan penyakitnya tersebut dan mengobatinya dengan optimal.

"Saya sempat khawatir, setelah lulus kan harus kerja. Bagaimana lingkungan sosial saya nanti melihat penyakit saya meski tidak menular. Tapi saat ini saya coba menerima keadaan saya, dan keluarga juga sangat mendukung," tandasnya.

Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin ERHA Clinic Indonesia, Cindy Cekti mengungkapkan cuaca ekstrim di iklim tropis seperti Indonesia memang sangat berpotensi meningkatkan angka kasus Psoriasis. Apalagi kasus penyakit tersebut seringkali terlambat terdeteksi.

"Kadang hanya dianggap ruam biasa padahal autoimun. Baru ketahuan setelah masuk rumah sakit atau klinik karena keluhan wajah," paparnya.

Karenanya Cindy meminta masyarakat untuk segera memeriksakan diri bila mengalami gejala-gejala Psoriasis, terlebih di musim panas ini. Dengan demikian bisa segera didiagnosa dan diberikan obatnya.

Sebab bila terlanjur parah, maka pengobatannya cukup mahal. Meski masuk program BPJS, diagnosa penyakit tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama.

"Bisa dicover bpjs, tapi perlu proses urutan pengobatan sampai ke obat injeksi," ungkapnya

Ditambahkan Oemar Saputra, Head of CSR and Corp Relations ERHA Clinic Indonesia, komunitas penyintas Psoriasis di DIY belum ada hingga saat ini. Padahal kenyataan kasus penyakit tersebut terus bermunculan.

"Karenanya kami mengumpulkan penyintas-penyintas psoriasis di jogja untuk saling berbagi dan menguatkan dalam komunitas karena penyakit ini tidak hanya menyangkut tubuh namun juga mental yang juga kena sehingga membutuhkan support dari lingkungan," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini