Awalnya Claudya merasa rendah diri karena penyakit kulit tersebut. Namun saat ini dia terus berusaha berdamai dengan penyakitnya tersebut dan mengobatinya dengan optimal.
"Saya sempat khawatir, setelah lulus kan harus kerja. Bagaimana lingkungan sosial saya nanti melihat penyakit saya meski tidak menular. Tapi saat ini saya coba menerima keadaan saya, dan keluarga juga sangat mendukung," tandasnya.
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin ERHA Clinic Indonesia, Cindy Cekti mengungkapkan cuaca ekstrim di iklim tropis seperti Indonesia memang sangat berpotensi meningkatkan angka kasus Psoriasis. Apalagi kasus penyakit tersebut seringkali terlambat terdeteksi.
"Kadang hanya dianggap ruam biasa padahal autoimun. Baru ketahuan setelah masuk rumah sakit atau klinik karena keluhan wajah," paparnya.
Baca Juga:Kemarau Panjang di DIY Akibatkan Gagal Panen, Pemda Kebut Sitangki
Karenanya Cindy meminta masyarakat untuk segera memeriksakan diri bila mengalami gejala-gejala Psoriasis, terlebih di musim panas ini. Dengan demikian bisa segera didiagnosa dan diberikan obatnya.
Sebab bila terlanjur parah, maka pengobatannya cukup mahal. Meski masuk program BPJS, diagnosa penyakit tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama.
"Bisa dicover bpjs, tapi perlu proses urutan pengobatan sampai ke obat injeksi," ungkapnya
Ditambahkan Oemar Saputra, Head of CSR and Corp Relations ERHA Clinic Indonesia, komunitas penyintas Psoriasis di DIY belum ada hingga saat ini. Padahal kenyataan kasus penyakit tersebut terus bermunculan.
"Karenanya kami mengumpulkan penyintas-penyintas psoriasis di jogja untuk saling berbagi dan menguatkan dalam komunitas karena penyakit ini tidak hanya menyangkut tubuh namun juga mental yang juga kena sehingga membutuhkan support dari lingkungan," imbuhnya.
Baca Juga:Musim Kemarau Panjang Pengaruhi Kualitas Udara Kota Yogyakarta, Begini Kondisinya
Kontributor : Putu Ayu Palupi