SuaraJogja.id - Kasus membuang bayi di Yogyakarta masih saja terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Belum lama ada pasangan yang tega membuang bayi kembar di sungai, terbaru warga Kepuharjo, Cangkringan digegerkan dengan penemuan mayat bayi di kebun.
Melihat fenomena ini, Psikolog UGM, Koentjoro mengatakan perilaku ini tak lepas dari julukan Jogja yang merupakan kota pelajar. Sehingga ada banyak pelajar usia SMA hingga mahasiswa mencari ilmu di Jogja.
"Kalau seperti itu ya potensial untuk orang hamil di luar nikah. Pacaran kebablasan itu ada kemungkinan kalau tidak digugurkan ya dibuang bayinya," ujar Koentjoro, dihubungi Selasa (24/10/2023).
"Apalagi dia mahasiswa atau tidak bisa menghidupi pasti ya cara yang diambil dibuang, karena kalap, panik," imbuhnya.
Persoalan sekarang ini, kata Koentjoro semakin menjadi-jadi setelah ada pandemi Covid-19. Mengingat ada keterbukaan akses yang luar biasa di era digital ini.
Masyarakat dengan mudah dapat mengakses konten-konten pornografi dari genggaman mereka. Hal itu tak jarang membuat banyak orang yang tidak bisa mengontrol lalu kecanduan.
"Dari situ lalu memunculkan keinginan-keinginan untuk melakukan hubungan seks seperti itu. Nah ini yang menjadi persoalan," ucapnya.
Belum lagi peran orang tua yang tak bisa diandalkan ketika kemudian anaknya berada di perantauan atau ngekos. Bahkan saat di berada satu rumah pun kontrol terhadap akses informasi itu sulit untuk dibendunh
Koentjoro mengkritik nihilnya edukasi seks di tengah masyarakat. Menurutnya masih banyak yang salah kaprah terkait dengan pendidikan seks hingga saat ini.
Baca Juga:Hendak Cari Rumput di Kebun, Warga Cangkringan Sleman Temukan Mayat Bayi Perempuan
"Kita tidak ada [edukasi seks]. Masyarakat kita salah kaprah tentang pendidikan seks. Pendidikan seks banyak orang mengatakan pendidikan berhubungan seks itu salah. Pendidikan seks banyak memaknai bukan pada ahlinya tapi pada orang yang pernah mengalami. Padahal pendidikan seks itu seharusnya dimulai sejak dari kecil," terangnya.
Padahal pendidikan seks ini sangat dibutuhkan di masyarakat terlebih untuk anak-anak muda. Termasuk untuk lebih memahami tubuh sendiri hingga untuk kemudian menjaga diri.
Minimnya pendidikan seks ditambah era digital yang sekarang serba mudah menjadi problem utama. Perlu pihak-pihak lain untuk memahami persoalan ini.
Tidak terkecuali pihak yang kemudian tidak langsung memberikan cap kepada perempuan yang hamil di luar nikah. Melainkan memberikan petunjuk apa yang kemudian harus dilakukan tanpa harus membuang bayinya.
Apalagi melihat beberapa kasus, sang ibu memilih untuk melahirkan terlebih dulu bayinya. Walaupun kemudian lantas panik dan berakhir dibuang.
"Itu mungkin lebih baik karena dia [ibu] itu pilihan terakhir, karena dia masih berharap ada orang yang mau merawat bayinya. Sebetulnya minimal paling tidak kita beritahu kalau kami seperti itu ya bisa masuk kemana, anak diasuh kemana, atau ke perawat atau apa, tidak dibuang sembarang tempat, saya yakin manusia kita masih bisa memahami kondisi itu," katanya.