SuaraJogja.id - Tiga pasang calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dipastikan maju dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Pertarungan ketiga pasangan tersebut diprediksi semakin memanas menjelang pemilu.
Isu politik identitas pun dikhawatirkan muncul demi mendapatkan suara pemilih. Karenanya Menteri Agama RI Kabinet Indonesia Bersatu II, Lukman Hakim Saifuddin meminta para capres dan cawapres tidak melakukan politisasi identitas seperti yang sudah-sudah.
"Mudah-mudahan tidak ada lagi politik identitas [saat pemilu] yang dalam kaitannya dengan mengusung identitas yang sifatnya memecah belah kita, itu yang harus kita hindari," ujar Lukman disela Salaam Summit di Yogyakarta, Jumat (27/10/2023).
Menurut Lukman, identitas yang harus diusung seharusnya yang merekatkan kemajemukan dan keragaman Indonesia. Dalam konteks kebangsaan, identitas Pancasila yang perlu dikedepankan.
Baca Juga:Ketua KPU Minta Pendukung Capres-Cawapres Jangan Kampanye Dulu; Belum Pasti Sebagai Peserta Pemilu
Karenanya alih-alih mengusung politik identitas dari demi kepentingan segelintir kelompok orang saja, para capres dan cawapres nanti mestinya mengusung nilai-nilai yang menjadi kebutuhan bersama ditengah kemajemukan bangsa.
"Politik kan mengatur kehidupan kebangsaan kita, maka harus dicari nilai-nilai yang sudah disepakati sebagai bangsa, itulah pancasila. Jadi [bila capres dan cawapres] ingin membawakan nilai agama, maka bawakan nilai agama yang universal, misalnya keadilan, kemaslahatan, perdamaian, kasih sayang dan seterusnya. Itu mestinya yang dibawa ke ruang publik, bukan nilai agama yang partikular," paparnya.
Lukman menambahkan, siapapun capres dan cawapres yang terpilih nanti harus bisa merekatkan keragaman, bukan yang membuat sekat-sekat. Pemimpin yang terpilih nanti juga harus mampu menjadi jembatan yang menyambungkan keberagaman, bukan yang membangun tembok besar anak bangsa yang memang sudah berbeda.
Karenanya siapapun pemimpin yang terpilih, termasuk Gibran Rakabuming Raka yang merupakan cawapres termuda, mereka harus memiliki kearifan dalam menyikapi keragaman bangsa Indonesia. Sebab pada hakekatnya keberagaman itu jadi jati diri bangsa Indonesia.
"Pemimpin itu kan bisa muda atau tua, muda tua tidak hanya dari sisi usia tapi pemikiran, cara macam-macam," kata dia.
Baca Juga:Tujuh Ribu Kades dan Pamong Deklarasi Pemilu Damai, Sri Sultan bakal Sampaikan Sapa Aruh
Kontributor : Putu Ayu Palupi