SuaraJogja.id - Jumlah tumpukan sampah di TPST Piyungan menggunung kembali. Zona transisi 1 yang dipaksakan untuk menampung sampah pasca pembukaan TPST Piyungan secara terbatas kini sudah penuh kembali.
Ketua Paguyuban Pemulung TPST Piyungan, Maryono menuturkan memang sejak pemerintah membuka kembali kran pembuangan sampah di TPST Piyungan, zona transisi 1 juga sudah kembali penuh. Pemerintahpun sudah mulai mengalihkan sampah ke zona transisi 2.
"Sudah dua Minggu ini zona transisi 2 buat menampung sampah. Tentu nanti juga akan penuh," terang dia, Minggu (12/11/2023)
Jika tidak diantisipasi dengan segera, maka zona transisi 2 akan kembali penuh seperti zona transisi 1. Karena dia memperkirakan zona transisi 2 bakal penuh lagi dalam 6-7 bulan mendatang jika tidak ada kebijakan baru dari pemerintah.
Meski khawatir, tetapi para pemulung di TPST Piyungan berharap agar tempat tersebut masih terus beroperasi meski pemerintah urung mencari investor untuk menanganinya. Sebab, TPST Piyungan menjadi penghidupan mereka selama ini.
Menurutnya, paska pemerintah melakukan penutupan dan kemudian pembatasan pembuangan sampah di tempat tersebut. Jumlah pemulung di kawasan tersebut turun drastis karena pendapatan anjlok.
"Ya dulu 500-an orang, sekarang tinggal 200 orang. Terus yang di lapak-lapak itu ada 50-70 orang," terangnya.
Kini memang banyak pemulung yang kembali ke profesi semula. Banyak warga Gunungkidul yang kini kembali menjadi nelayan, kemudian yang dari Dlingo Bantul kembali berjualan Lincak (kursi dari bambu).
Karena memang penghasilan menjadi pemulung kini sudah sangat berkurang paska pembatasan pembuangan sampah diberlakukan pemerintah. Di mana pemerintah melakukan pembatasan dari yang 800 ton perhari menjadi 400 ton perhari.
Baca Juga:Gerakan Mbah Dirjo Diklaim Tekan 51 Ton Sampah di Kota Jogja, Tapi Masih Belum Maksimal
"Itu dibagi 3 wilayah. Kodya Yogyakarta 200 ton, Bantul dan Sleman masing-masing 100 ton," ungkapnya.
Dengan penurunan jumlah sampah yang masuk memang membuat penghasilan mereka berkurang. Dia menyebut saat ini penghasilan mereka dari sampah tinggal Rp 50 perhari. Mereka harus menyiasati dengan membawa bekal makan lauk seadanya agar tetap bisa membawa uang ke rumah.
Di samping itu, hampir semua pemulung juga memiliki kerja sampingan menjadi buruh. Karena operasional dari TPST Piyungan sendiri kini tinggal setengah hari. Sehingga sisanya bisa mereka gunakan untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
"Sapinya juga jauh berkurang. Dulu itu 1.500 ekor, tapi karena penyakit lato-lato sekarang tinggal 400 ekor," tambahnya.
Kontributor : Julianto