SuaraJogja.id - DIY punya visi menjadi daerah yang pendidikannya terkemuka di Asia Tenggara. Namun untuk mengejar ketertinggalan literasi sains, literasi matematika, dan literasi bahasa dari negara lain seperti Singapura, Malaysia dan Filipina bukan perkara yang mudah.
Karenanya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) DIY mendesak Pemda DIY segera menerapkan Pendidikan Khas Kejogjaan. Apalagi selama dua tahun terakhir, konsep pendidikan tersebut sudah diujikan di puluhan sekolah di DIY.
"Karena peluang Indonesia untuk bersaing di bidang dengan negara lain seperti singapura masih jauh, terutama di bidang literasi sains dan literasi matematika. Supaya Indonesia punya keunggulan salah satu yang bisa dipakai adalah pendidikan khas kejogjaan," papar Ketua PGRI DIY, Baskara Aji disela seminar Pendidikan Khas Kejogjaan di Stipram Yogyakarta, Jumat (19/1/2024).
Menurut Aji, penerapan kurikulum Pendidikan Khas Kejogjaan ini mendesak dilakukan tahun ini mengingat visi Rencana Pembangunan Jangan Menengah Daerah (RPJMP) DIY akan selesai pada 2025 mendatang. Dalam RPJMP yang dimulai 2005 tersebut, Pemda DIY berusaha mewujudkan DIY sebagai pusat pendidikan, budaya, dan daerah tujuan wisata terkemuka di Asia Tenggara dalam lingkungan masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera.
Pendidikan Khas Kejogjaan tersebut mencakup nilai-nilai budaya, tata krama, toleransi, dan kreativitas. Nantinya konsep pendidikan yang terintegrasi ke matapelajaran (mapel) lain itu diterapkan mulai tingkat TK hingga perguruan tinggi.
"Pendidikan khas kejogjaan ini harus disatukan dalam rangka pembelajaran secara keseluruhan, sehingga tidak terpisah-pisah. Harapannya, ini akan mendorong supaya yang selama ini kita dibatasi oleh akademik, nanti kita bisa unggul di bidang non akademiknya," jelasnya.
Aji menambahkan, PGRI DIY telah melakukan beberapa program untuk mendukung Pendidikan Khas Kejogjaan. Diantaranya pelatihan guru, bantuan sarana dan prasarana, pengembangan kurikulum, dan penelitian.
"Kami berharap, dengan program-program ini, kita bisa membantu pemerintah daerah untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Semoga ini bisa menjadi contoh bagi daerah-daerah lain dalam meningkatkan kualitas pendidikan," sebut dia.
Sementara Ketua Stipram, Suhendroyono, kegiatan pembelajaran di luar kampus dapat memberikan pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan yang lebih luas dan mendalam bagi mahasiswa. Karenanya mahasiswa pariwisata diterjunkan untuk ikut berperan dalam mensosialisasikan Pendidikan Khas Kejogjaan.
"Kami yakin pembelajaran tidak hanya terbatas di dalam ruang kelas saja. Mahasiswa harus bisa belajar dari berbagai sumber dan situasi, baik di dalam maupun di luar kampus, termasuk dalam mensosialisasikan pendidikan khas kejogjaan yang jadi ciri khas jogja sebagai kota pariwisata," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi