Pakar Hukum Tata Negara UGM Sebut Putusan Etik DKPP yang sanksi Ketua KPU RI Terlambat, Ini Penjabarannya

"Kecuali kalau kemudian kita mau bertaruh dengan menggagalkan tanggal 14 [Februari], kecuali kalau kita mau bertaruh dengan itu," ujar dia.

Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 05 Februari 2024 | 18:31 WIB
Pakar Hukum Tata Negara UGM Sebut Putusan Etik DKPP yang sanksi Ketua KPU RI Terlambat, Ini Penjabarannya
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar saat memberi keterangan pada wartawan, di UII Yogyakarta, Senin (5/2/2024). [Hiskia Andika Weadcaksana/Suarajogja.id]

SuaraJogja.id - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menilai putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait pelanggaran etik yang dilakukan oleh Ketua KPU RI, Hasyim Asyari dan komisioner lainnya dalam pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres di Pilpres 2024 sudah terlambat. Meski DKPP telah memberi sanksi peringatan terakhir, hal itu terasa sia-sia.

Pasalnya putusan itu tak akan mengubah apapun terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres nomor urut 2. Putra sulung Jokowi itu tetap akan menjadi cawapres mendampingi capres Prabowo Subianto.

"Nah itu memang problemnya karena putusan DKPP menurut saya terlambat. Terlambatnya cukup jauh karena sekarang posisinya sudah mengunci, sudah enggak mungkin lagi ada efek diskualifikasi kan. Padahal menurut saya, efek diskualifikasi itu penting dalam menjaga demokrasi, tapi sekarang udah jadi serba sulit," kata pira yang akrab disapa Uceng tersebut saat ditemui di UII Kampus Cik Di Tiro, Kota Yogyakarta, Senin (5/2/2024).

Disampaikan Uceng, Pemilu 2024 yang tinggal sembilan hari lagi membuat proses tindaklanjut dari putusan etik itu mustahil untuk dilakukan. Pasalnya jika mengacu pada Undang-Undang dan PKPU perubahan itu paling tidak 60 hari sebelum pencoblosan.

Baca Juga:Ketua KPU RI Langgar Etik, Busyro Muqoddas Minta Jokowi Perintahkan Gibran Mundur dari Cawapres

"Sekurang-kurangnya 60 hari kan sebenarnya kalau kita pakai undang-undang dan PKPU, bahkan kalau kandidat meninggal kan udah gak bisa diganti tuh, kalau H-60," ucapnya.

"Jadi satu menurut saya ini terkesan telat ya. Saya enggak tahu kenapa kemudian DKPP terlalu lama untuk memutuskan," imbuhnya.

Selain itu, tidak adanya aturan terkait implikasi hukum yang jelas dari pelanggaran etik yang diputus, sehingga putusan etik itu seolah tak memberikan efek berarti.

Padahal putusan pelanggaran etik itu bukan pertama kali dijatuhkan. Sejak proses di Mahkamah Konstitusi (MK) pun prosesnya sudah diputus melakukan pelanggaran etik.

"Memang pelanggarannya administratif tetapi saya kira kalau kita runtut ke belakang, kita paham bahwa itu bukan lahir dari ruang hampa kan?. Ada proses yang memang dipaksakan dan bermasalah sedari awal," tegasnya.

Baca Juga:Sudah Digunakan Mahasiswa Pascasarjana, UGM Pastikan Skema Pinjol untuk Bayar UKT Tak Tambah Beban

Menurutnya sudah tidak ada langkah lagi untuk membatalkan majunya Gibran sebagai cawapres untuk Pemilu 2024. Ada pertaruhan besar jika memang prosesnya dibatalkan sekarang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak