SuaraJogja.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika (kominfo) menerbitkan surat edaran (SE) mengenai etika penggunaan dan pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan artifisial. SE Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial ini memuat tiga kebijakan yaitu nilai etika, pelaksanaan nilai etika, dan tanggung jawab dalam pemanfaatan dan pengembangan kecerdasan artifisial.
"Panduan ini untuk tata kelola AI, ini ditujukan pada industri yang mengadopsi AI sehingga bisa memandu dari aspek-aspek etis," ujar Wakil Menteri (wamen) Kominfo RI, Nezar Patria disela peluncuran Center of AI Ethic di UGM, Yogyakarta, Jumat (08/03/2024).
SE tersebut sangat dibutuhkan mengingat saat ini teknologi AI banyak disalahgunakan. Bahkan perempuan seringkali menjadi korban muatan pornografi dan target teknologi deepfake AI.
Apalagi penggunaan AI juga berdampak pada banyak sektor seperti ekonomi, sosial dan lainnya. Bila tidak digunakan dengan baik maka pemanfaatan AI pada sistem pengenalan wajah memiliki risiko penyalahgunaan data, pelanggaran prinsip perlindungan data pribadi dan keamanan siber. Selain itu memicu diskriminasi sosial hingga munculnya produk disinformasi yang bisa memberikan dampak pada harmonisasi sosial.
Karena itu dengan diterbitkannya SE penggunaan etik AI bisa menjadi soft regulation atau panduan bagi masyarakat untuk memanfaatkannya dengan baik. Dengan demikian mereka tidak melanggar hukum.
"Kita masih mencermati pertumbuhan dan pengembangan AI ini di sektor industri, kita masih melihat inovasi yang masih dilakukan dan tidak ingin membatasi inovasi itu. Dan nantinya kita akan melihat sisi-sisi manfaat AI dan sekaligus mengindentifikasi resiko yang akan atau sudah muncul sehingga kita bisa mengambil satu sikap, memaksimalkan manfaatnya, meminimalkan resikonya," tandasnya.
Kominfo, lanjut Nezar akan meningkatkan legalitas SE etik AI melalui aturan yang komprehensif. Sebelum dilakukan, dialog dengan banyak stakeholder dilakukan. termasuk akademisi dan publik dan pelaku industri untuk mendapatkan perspektif yang luas dalam tata kelola AI.
"Prinsipnya, kita ingin mengambil manfaat sebesar-besarnya namu juga memitigasi risiko yang muncul," ungkapnya.
Sementara Dekan Filsafat UGM, Siti Murtiningsihdi mengungkapkan di era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang pesat maka kehadiran teknologi AI menimbulkan tantangan etis. Karenanya perkembangan AI harus sejalan dengan nilai moral dan etika di masyarakat, serta tidak merugikan dari sisi aspek kemanusiaan.
"Diperlukan instrumen hukum yang lebih mengikat bagi semua kepentingan masyarakat dan industri terkait dengan penggunaan teknologi kecerdasan buatan. Kita perlu menyusun Undang-Undang terkait prinsip etis AI dari pandangan lintas keilmuan," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi