Soal Penjurusan SMA Dihapuskan, Pakar UNY: Pendidikan Diobok-obok Jadi Kelinci Percobaan

jurusan di tingkat SMA yang sebelumnya ada jurusan IPA, IPS dan bahasa kini dihilangkan oleh Kemendikbud Ristek. Begini tanggapan pakar kebijakan pendidikan UNY

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 19 Juli 2024 | 20:21 WIB
Soal Penjurusan SMA Dihapuskan, Pakar UNY: Pendidikan Diobok-obok Jadi Kelinci Percobaan
Sosialisasi Pemilihan Mata Pelajaran Pada Kurikulum Merdeka. Sabtu, 25 Mei 2024. (Dokumentasi/ Nurwahidah, S.Pd., M.Pd)

SuaraJogja.id -  Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kini meniadakan jurusan di tingkat SMA agar basis pengetahuan siswa lebih relevan untuk rencana studi lanjutan. Hal ini bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka.

Pakar Kebijakan Pendidikan sekaligus Dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Arif Rohman menyoroti kebijakan tersebut. Dia menilai bahwa kebijakan itu lahir secara prematur dan tidak transparan.

"Kebijakan di Indonesia ini selalu tiba-tiba dan mengagetkan. Sehingga diskusi-diskusi ilmiah, diskusi secara rasional teoritik itu tidak bisa berkembang, tahu-tahu muncul kebijakan itu," kata Arif saat dihubungi Suara Jogja, Jumat (19/7/2024).

Arif mengaku belum melihat ada argumentasi yang kuat dari Mendikbudristek terkait kebijakan itu. Apalagi dengan sifatnya yang muncul secara tiba-tiba. 

Baca Juga:Pakar UGM Bagikan Tips Menyimpan dan Mengolah Daging Kurban, Nomor 3 Sering Terabaikan

"Padahal secara teori kebijakan itu berawal dari inisiasi dulu, lalu ada diskursi atau pewacanaan, lalu ada adopsi dan formulasi, baru implementasi, ini tiba-tiba mau implementasi kebijakan. Sehingga kaget. Siapapun kaget ini, wong di akhir masa jabatan kok mau melakukan tindakan yang meresahkan, menurut saya ini meresahkan," ujarnya.

Menurutnya kebijakan yang diterapkan secara tiba-tiba ini akan berdampak negatif. Tidak hanya bagi siswa nantinya tapi juga orang tua dan juga guru.

"Sehingga ini dampaknya negatif. Meskipun seandainya itu oleh Pak Menteri dianggap positif tapi dampaknya negatif dampak psikologis, dampak sosial, itu justru lebih banyak dibandingkan dampak mutu yang ingin diharapkan," tegasnya 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak