SuaraJogja.id - Sekretaris Dinas P3AP2KB Kabupaten Sleman, Sri Budiyantiningsih menyampaikan perkembangan terkini kondisi korban pencabulan anak sesama jenis di Gamping beberapa waktu lalu. Saat ini semua korban sudah mendapatkan pendampingan kesehatan.
"Semua korban sudah mendapatkan pendampingan pemeriksaan kesehatan, baik fisik dan psikiatri," kata Sri saat dikonfirmasi, Senin (14/10/2024).
Disampaikan Sri, saat ini ada delapan orang yang sudah dilakukan berita acara pemeriksaan (BAP) oleh Polsek Gamping. Terdiri dari dua orang usai dewasa dan enam orang usia anak.
"Yang lain baru pengakuan, pelaku belum diselidiki oleh penyidik," ujarnya.
Baca Juga:Pilkada Sleman 2024: Mas Marrel Ajak Kader Gerindra Kuatkan Barisan Menangkan Harda-Danang
Dari ke enam orang usia anak tersebut, kata Sri, ada lima orang usia anak sedang dilakukan pendampingan oleh UPTD PPA. Sedangkan satu orang usia anak selaku saksi sedang dilakukan pendampingan oleh UPTD PPA Kota Yogyakarta.
"Semua korban dan saksi didampingi oleh konselor hukum saat proses BAP. Sudah dilakukan koordinasi dengan uptd kota yogya untuk pendampingan psikologi," ucapnya.
"Untuk korban yang lain akan segera dijadwalkan pendampingan psikologi," imbuhnya.
Modifikasi Perilaku
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Sleman berupaya untuk melakukan modifikasi perilaku terhadap korban pencabulan sesama jenis oleh guru les di Gamping, Sleman.
Kepala DP3AP2KB Sleman, Wildan Solichin menuturkan modifikasi perilaku itu sebagai upaya untuk memulihkan kondisi psikologis para korban. Mengingat pelaku sudah melakukan aksi bejatnya dalam kurun waktu yang lama.
"Artinya ingin memulihkan ke kondisi alam pikir yang normal. Jadi dia, anak ini kan sudah terpapar lama, karena terpapar lama ini dia pola pikir dan perilakunya itu menganggap hal itu hal yang biasa bukan sesuatu yang cela. Jadi anak itu menilai hal itu sangat biasa," kata Wildan saat dihubungi, Kamis (10/10/2024).
"Ini kan sudah enggak normal. Perbuatan yang enggak normal kok dianggap biasa itu kan enggak normal. Nah psikologi ingin memodifikasi itu dengan pengertian dia akan dinormalkan kembali alam pikirannya itu menjadi anak-anak yang normal," tambahnya.
Tujuannya sekaligus untuk pencegahan agar tidak menimbulkan predator-predator penyimpangan seks yang lain. Sehingga berpotensi merugikan anak-anak lain di masa mendatang.