SuaraJogja.id - Pengamat Kebijakan Luar Negeri Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Dafri Agus Salim meragukan penunjukan Sugiono sebagai Menteri Luar Negeri yang baru. Hal ini setelah tidak ada rekam jejak yang berkaitan langsung dengan urusan diplomasi kenegaraan.
Diketahui Presiden Prabowo Subianto telah resmi melantik Sugiono sebagai Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Merah Putih. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra dan juga mantan anggota DPR Komisi I itu menggantikan tugas Retno Marsudi yang telah memimpin Kementerian Luar Negeri sejak 2014 hingga 2024.
"Saya bukan merendahkan (Menlu) yang sekarang ini tapi saya tidak mempunyai rekam jejak terhadap Menlu sekarang ini, Sugiono," kata Dafri saat dihubungi SuaraJogja.id, Senin (21/10/2024).
Padahal, menurutnya ada sosok yang lebih layak untuk mengisi pos Menlu tersebut. Misalnya saja mantan Wakil Menteri Luar Negeri era Presiden SBY, Dino Patti Djalal.
Baca Juga:IKN vs Makan Gratis: Dilema Anggaran Prabowo-Gibran di Tengah Ekonomi Terbatas
Apalagi Indonesia punya tantangan berat dan kompleks terkait politik luar negeri dan diplomasinya. Menyangkut berbagai macam isu, terkait keamanan internasional mulai dari perang di timur tengah, ancaman perang di laut cina selatan, ekonomi dan seterusnya
"Oleh karena itu mestinya kita hadir di forum-forum internasional sebagai negara yang kuat, dalam artian kuat untuk melakukan politik luar negeri dan diplomasi," ujarnya.
"Untuk itu kita perlu figur yang tidak hanya mengetahui isu-isu politik internasional, politik global tetapi juga mestinya mempunyai skill pengalaman dalam hal melakukan politik luar negeri dan diplomasinya," imbuhnya.
Dafri menyebut seharusnya ada tim di Kemenlu yang bisa mendukung kinerja pimpinannya. Mengingat tugas Menlu di sini tidak hanya melakukan diplomasi sebatas dari posisi jabatan saja.
Diperlukan skill dan pengetahuan di bidang tersebut. Dia mencontohkan beberapa diplomat terbaik Indonesia mulai dari Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir hingga di era modern ada Ali Alatas hingga yang terakhir Retno Marsudi.
Baca Juga:Wakil Tuhan di Bumi Terjerat Korupsi, Pukat UGM: Gazalba Layak Dihukum Maksimal
"Itu memerlukan skill, kan diplomasi itu meyakinkan orang agar menyetujui apa yang kita inginkan. Kalau kita tidak terbiasa dengan itu, tidak punya skill untuk itu, tidak punya pengetahuan saya kita agak repot," tegasnya.
"Jadi kalau boleh dikatakan, saya mohon maaf saja, mungkin kita harus bekerja keras melaksanakan politik luar negeri dan diplomasi kita ke depan ini. Jika kita ingin mewujudkan kepentingan nasional kita di berbagai bidang, ekonomi, politik, keamanan dan seterusnya," tambahnya.