Ada 7 Perusahaan BUMN 'Sakit', Dosen UGM Usulkan Restrukturisasi

Dosen FEB UGM, Eddy Junarsin menyebut perusahaan sebagai badan usaha milik negara atau BUMN, idealnya harus dapat mandiri dan menghasilkan profit untuk negara.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 19 November 2024 | 16:53 WIB
Ada 7 Perusahaan BUMN 'Sakit', Dosen UGM Usulkan Restrukturisasi
ilustrasi BUMN 2024 (bumn.go.id)

SuaraJogja.id - Menteri BUMN, Erick Thohir, baru-baru ini mengungkapkan kondisi terkini soal tujuh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengalami kesulitan keuangan. Ketujuh perusahaan tersebut adalah Krakatau Steel, Bio Farma, Wijaya Karya, Waskita Karya, Jiwasraya, Perumnas, dan Perum Percetakan Negara Republik Indonesia.

Kondisi itu disoroti Dosen Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Eddy Junarsin. Menurutnya perusahaan sebagai badan usaha milik negara, idealnya harus dapat mandiri dan menghasilkan profit untuk negara. 

Namun, kerugian yang dialami oleh tujuh BUMN ini memunculkan pertanyaan tentang status mereka sebagai badan usaha. 

"Kalau memang badan usaha itu tujuannya untuk melayani publik, maka mungkin seharusnya tidak menjadi badan usaha," kata Eddy, Selasa (19/11/2024).

Baca Juga:Mengenang Mantan Rektor UGM Ichlasul Amal, Tokoh Reformasi hingga Pernah Tolak Tawaran Menteri

Eddy memberi contoh BUMN yang seharusnya menjadi lembaga pelayan publik, alih-alih badan usaha adalah Perumnas dan Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Dia menilai diperlukan upaya restrukturisasi untuk menekan kerugian yang dialami ketujuh perusahaan BUMN tersebut. 

Pengelompokan ulang bisa dilakukan untuk mencoba mengurai masalah itu. Misalnya melalui pembentukan holding company di masing-masing sektor yang relevan. 

"Mungkin dikelompokkan ulang. Jadi, seperti holding company untuk masing-masing sektor yang relevan sehingga lebih efisien," ungkapnya.

Jika memang suatu BUMN tidak dapat bertahan secara mandiri, kata Eddy, maka peleburan atau bergabung dengan holding company perlu dilakukan. Tujuannnya tidak lagi efisiensi operasional perusahaan.

"Saya kira solusinya itu merampingkan biaya operasional atau meningkatkan pendapatan," tandasnya. 

Baca Juga:Peneliti UGM Sebut Temuan Gua di Gunungkidul Tak Bahayakan JJLS

Walaupun memang peningkatan pendapatan belum tentu sesuai hasil yang diharapkan. Namun setidaknya penyesuaian kembali efisiensi dari biaya operasional menjadi lebih memungkinkan untuk dilakukan. 

"Kalau itu memang tidak dapat diperbaiki, berarti kan perlu direstrukturisasi. Itu memang sesuatu yang perlu kita lakukan dalam bisnis," ucapnya. 

Rencana pemangkasan jumlah perusahaan pelat merah dianggap suatu langkah yang perlu dicoba. Langkah ini berpotensi membawa dampak positif dalam jangka panjang, terutama jika penggabungan perusahaan di bawah holding company dilakukan secara tepat. 

Kondisi saat ini tantangan besar bagi pemerintah untuk memastikan keberlangsungan operasional perusahaan negara. Efisiensi biaya, pengelompokan ulang, hingga perombakan struktural menjadi langkah-langkah strategis yang harus diambil guna mengurangi beban negara sekaligus meningkatkan kinerja perusahaan. 

"Itu (pemangkasan BUMN) sebenarnya patut dianalisis dan dicoba, tapi apakah itu akan berhasil atau tidak, kita tidak bisa menjawab," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak