Diduga Langgar Netralitas Pilkada, Oknum Dukuh di Dlingo Terancam Enam Bulan Penjara

Beberapa Oknum tersebut juga melanggar UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 19 November 2024 | 18:10 WIB
Diduga Langgar Netralitas Pilkada, Oknum Dukuh di Dlingo Terancam Enam Bulan Penjara
Ilustrasi pilkada. [Ist]

SuaraJogja.id - Diduga tak netral dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 ini, sejumlah oknum Dukuh di Kalurahan Jatimulyo, Kapanewon Dlingo dilaporkan ke Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Para oknum dukuh ini dianggap melanggar aturan netralitas pejabat desa dalam proses Pilkada di Kabupaten Bantul.

Aliansi Masyarakat Peduli Bantul melaporkan dugaan pelanggaran Pilkada terkait netralitas beberapa oknum Dukuh di desa Jatimulyo kecamatan Dlingo kepada Bawaslu Bantul pada Selasa (19/11/2024) siang. Laporan ini didasari tindakan oknum yang diduga mendukung pasangan calon (paslon) tertentu.

"Langkah para oknum Dukuh ini kami anggap melanggar aturan netralitas pejabat desa dalam proses pilkada Bantul," tutur perwakilan Aliansi Masyarakat Peduli Bantul, Endik, Selasa.

Dalam laporannya, Aliansi Masyarakat Peduli Bantul melampirkan bukti foto yang diserahkan kepada bawaslu. Dalam foto tersebut terdapat beberapa dukuh sedang berkumpul dengan paslon tertentu dengan posisi berdiri dan foto bersama sembari mengepalkan tangan dengan simbol jari yang tampak mendukung paslon tersebut.

Baca Juga:DLH: Selain Atasi Sampah, Keberadaan TPST di Bantul Mampu Serap Tenaga Kerja hingga Ratusan Orang

"Alhamdulillah Aliansi Masyarakat Peduli Bantul telah melaporkan dugaan pelanggaran pilkada yang dilakukan oleh beberapa oknum dukuh di jatimulyo, Dlingo. Kami berharap Bawaslu benar-benar tegas dalam merespon laporan kami agar tidak terjadi kegaduhan di masyarakat," ucapnya

Terpisah praktisi hukum, Musthafa SH menyampaikan bahwa jika tindakan oknum dukuh tersebut maka benar-benar terbukti, maka hal itu telah mencederai nilai-nilai demokrasi.

Tindakan itu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran yang sangat serius terhadap regulasi pilkada dan etika penyelenggaraan pemerintahan desa.

Dalam keterangannya, Musthafa menjelaskan bahwa tindakan ini melanggar sejumlah pasal dalam undang-undang terkait netralitas pejabat publik, khususnya perangkat desa. Di antaranya, UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah Pasal 71 Ayat (1) yang mengatur tentang netralitas.

"Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota TNI/Polri, kepala desa, dan perangkat desa dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye. Jika terbukti melanggar, tindakan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 188, yang menyatakan: Ancaman pidana penjara paling lama 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp6 juta," tegasnya.

Baca Juga:Solusi Kerja dan Kreativitas: Janji Harda-Danang Gaet Suara Pemuda Sleman

Beberapa Oknum tersebut juga melanggar UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 29 Huruf g dan h di mana Kepala desa dan perangkat desa dilarang melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga negara atau golongan tertentu, serta dilarang menyalahgunakan wewenang dan jabatannya.

"Dukungan kepada paslon tertentu dapat dianggap sebagai tindakan diskriminatif dan penyalahgunaan wewenang, yang bertentangan dengan asas netralitas," tambahnya

Musthafa menilai oknum tersebut juga melanggar UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 Ayat (2). UU ini mengatur Pelaksana atau tim kampanye dilarang melibatkan aparat desa, perangkat desa, atau pejabat lainnya dalam kegiatan kampanye.

Berdasarkan ketentuan UU di atas, pelanggaran bisa berdampak pada sanksi administrasi maupun diskualifikasi bagi pasangan calon yang diuntungkan.

Kontributor : Julianto

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak