Survei: Mayoritas Pemenang Pilkada 2024 Sudah Terprediksi Jauh Sebelum Pemilihan Dilakukan

Dari hasil survei ini menunjukkan bahwa tingkat kompetisi dalam Pilkada tidak lagi ideal sebagai wadah untuk bertukar gagasan dan ide.

Galih Priatmojo
Sabtu, 08 Maret 2025 | 14:06 WIB
Survei: Mayoritas Pemenang Pilkada 2024 Sudah Terprediksi Jauh Sebelum Pemilihan Dilakukan
Retreat Kepala Daerah di Akmil Magelang, Jawa Tengah (Jateng), Jumat (21/2/2025). [Suara.com/Angga Haksoro]

“Tentunya ini sangat mengurangi esensi demokrasi, karena demokrasi yang baik adalah predictable procedures dan unpredictable results. Tapi kita sudah bisa memprediksi pemenang di pra pemilihan,” jelas Fadil.

Fenomena ini disebut sebagai Uncontested Election yakni situasi di mana hanya pemain-pemain besar saja yang mendapat kesempatan pemenangan.

Dampaknya, akan terjadi pemusatan kekuasaan pada elite politik tertentu sehingga aspirasi dari perwakilan publik lainnya tidak dapat diakomodasi.

Dosen Departemen Politik dan Pemerintah, Alfath Bagus Panuntun mengungkap, pelaksanaan Pemilu dan Pilkada di Indonesia semakin marak dikendalikan oleh faktor pragmatis dibanding demokrasi.

Baca Juga:Gelombang PHK Meledak, Respons Minim Pemerintah dan Potensi Peningkatan Angka Pengangguran

Salah satunya adalah mahalnya biaya politik, sehingga tidak semua kalangan memiliki kesempatan yang sama untuk terjun di dalamnya.

“Biaya politik semakin mahal dari waktu ke waktu itu merupakan suatu hal yang terprediksi sebenarnya. Orang berkeyakinan untuk memajukan tokoh yang memiliki modal sosial yang besar,” tutur Alfath.

Menurutnya, kondisi politik saat ini hanya memungkinkan dua kalangan untuk dapat maju dalam pemilihan. Keduanya adalah mereka yang memiliki latar belakang keluarga politik dan kalangan pengusaha atau oligarki.

Sangat jarang ditemui kandidat pemilihan berasal dari elemen masyarakat murni yang mengikuti proses kaderisasi partai secara bertahap hingga menjadi kandidat. Alfath menambahkan, bahkan fenomena ini sudah memunculkan situasi baru yang disebut kelelahan berdemokrasi.

“Masyarakat sudah distrust, karena mereka merasa tidak akan yang berubah setelah pemilihan. Ini gejala nasional yang terjadi dalam demokrasi kita,” pungkasnya.

Baca Juga:Viral Keluhan PKL di Trotoar UGM, Satpol PP Sleman: Tunggu Keputusan UGM

Kendati demikian tetap ada berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk mengembalikan demokrasi menguat kembali. Salah satunya dengan mendorong regulasi untuk kompetisi yang lebih sehat. Perlu adanya penguatan regulasi dan eksekusinya, sehingga aturan yang sudah disusun dengan baik juga harus diiringi dengan implementasi yang sesuai.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak