SuaraJogja.id - Pemerintah mendorong perusahaan penyelenggara layanan angkutan berbasis aplikasi (perusahaan aplikasi) untuk memberikan Bonus Hari Raya (BHR) Keagamaan atau tunjangan hari raya (THR) kepada para pengemudi maupun kurir online.
Dosen Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Hempri Suyatna, menilai langkah ini patut diapresiasi. Mengingat para mitra ojol yang selama ini kesejahteraannya belum memadai mengingat posisi mereka sebagai mitra.
"Mereka ini kan para pekerja yang tidak punya pendapatan bulanan tetap, bahkan jaminan sosial yang kurang layak," kata Hempri, Kamis (13/3/2025).
Menurut Hempri, sektor ojek online dan kurir online selama ini telah berjasa membantu memberikan kontribusi ekonomi bagi masyarakat luas. Sehingga, kebijakan ini memang layak diberikan kepada para pekerja di sektor tersebut.
Baca Juga:Antisipasi Daging Glonggongan, Bantul Perketat Pengawasan Jelang Ramadan 2025
Namun lebih dari itu, mekanisme pemberian THR ini, kata Hempri, harus dicermati. Terutama terkait soal indikator penentuan jumlah nominal yang akan diberikan.
Meskipun Menteri Ketenagakerjaan Yassierli sudah menyatakan besaran bonus yang akan diberikan dalam bentuk uang tunai sebesar 20 persen dari rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 bulan terakhir.
Hempri menyarankan perlu adanya perubahan regulasi menyangkut siapa yang berhak mendapatkan THR. Sebab jika mengacu pada Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor M/2/HK.04/III/2024, maka profesi pengemudi ojol dan kurir paket dikategorikan sebagai pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
"Nah ini sebenarnya dapat dijadikan sebagai payung hukum pemberian THR. Satu hal yang diperlukan saat ini adalah pengawasan atas rencana kebijakan pemerintah tersebut agar THR ini benar-benar dapat diberikan kepada pengemudi ojol dan driver," ujarnya.
Di sisi lain para pekerja gig worker ini masih dianggap sebagai mitra platform. Sehingga kurang memiliki dasar regulasi yang dapat menjadi payung hukum bagi jaminan ketenagakerjaan.
"Khawatirnya di dalam model pemberian THR juga demikian. Misal pemilik platform hanya memberikan bentuk bonus ala kadarnya saja dan bukan THR yang dimaksud," tandasnya.