SuaraJogja.id - Wabah antraks kembali mengancam di Yogyakarta. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY mencatat saat ini sebanyak 26 kasus antraks ditemukan di Rongkop dan Girisubo, Gunungkidul.
Kondisi ini memperparah wabah antraks di kabupaten tersebut. Sebelumnya sebanyak 20 ekor ternak dilaporkan mati diduga akibat antraks pada Februari-Maret 2025 di Gunungkidul.
Kasus kematian ternak terjadi di dua lokasi, yaitu Kalurahan Tileng, Girisubo, dan Bohol, Kapanewon Rongkop.
Menanggapi persoalan ini, Pemda DIY memastikan penanganan segera dilakukan.
Baca Juga:Pengawasan Jebol hingga Daging Sapi Antraks Dijual Bebas, 3 Warga Gunungkidul Terinfeksi
Di antaranya pemberian vaksinasi ternak hingga edukasi warga agar menghentikan praktek brandu.
"Kita dapat bantuan vaksin dari pemerintah pusat secara cepat. Sampai hari ini terus dilakukan vaksinasi," papar Sekda DIY, Beny Suharsono dikutip Minggu (13/4/2025)
Menurut Beny, Pemda DIY sudah mengusulkan pengiriman 7.000 dosis vaksin antraks ke Kementerian Pertanian (kementan).
Gerak cepat vaksinasi ini diharapkan bisa mengantisipasi penularan antraks ke manusia. Sebab bila antraks menular ke manusia maka bisa berbahaya.
Apalagi sebentar lagi umat muslim di Indonesia menyambut Idul Adha. Kesehatan hewan kurban harus benar-benar diperhatikan.
Baca Juga:Zona Merah Antraks di Gunungkidul, Daging Ilegal Beredar? Waspada
Karenanya selain percepatan vaksinasi, lalu lintas ternak dan deteksi dini hewan kurban di DIY juga perlu diawasi secara ketat.
Hal ini penting mengingat, banyak lalulintas ternak yang dilakukan di jalan-jalan kecil yang tidak bisa terawasi petugas.
"Jadi [lalulintas ternak] tidak hanya lewat jalan besar. Kalau lewat jalan besar bisa diawasi CCTV, kalau jalan kecil-kecil itu sulit diawasi. Karenanya di pasar, dinas terkait terjun ke lapangan untuk deteksi dini apakah sapi sehat atau tidak," ujarnya.
Beny juga kembali mengingatkan agar tradisi brandu atau mengonsumsi daging ternak yang sudah mati tidak lagi dilakukan. Hal itu sangat berbahaya karena bisa menularkan antraks dari ternak ke manusia.
Alih-alih dikonsumsi, hewan yang mati mendadak harus dikuburkan. Bahkan penguburannya pun harus dilakukan dengan alat-alat tertentu.
"Warga bisa minta bantuan ke Dinas Pertanian kabupaten. Penguburannya tidak seperti hewan sehat lainnya, karena ini virusnya berpengaruh," jelasnya.
Beny menambahkan, DIY terutama Gunungkidul sudah memiliki pengalaman bertahun-tahun terkait antraks dan brandu. Karenanya masyarakat mestinya bisa lebih bijak menghadapi wabah antraks.
"Edukasi kami lakukan melalui masyarakat di padukuhan, melalui tokoh agama," katanya.
Sebelumnya Kepala DPKP DIY, Syam Arjayanti, mengungkapkan, sebanyak 26 kasus antraks di Gunungkidul antara lain 11 kasus ditemukan di Rongkop dan 15 kasus ditemukan Girisubo.
Penemuan kasus tersebut berawal dari ternak yang mati dengan tanda-tanda antraks
"Namun ternak yang mati tidak segera dikubur dan justru diberikan tetangga," ujarnya.
Syam menyebutkan, sejumlah upaya sudah dilakukan untuk mengatasi masalah antraks. Yakni edukasi ke masyarakat, disinfeksi kandang dan lingkungan hingga pengobatan profilaksis dengan antibiotik dan pemberian vitamin di zona merah meliputi Kalurahan Bohol dan Kalurahan Tileng.
Edukasi dilakukan agar warga bisa melakukan pelaporan bila terjadi kasus antraks serta pelarangan pemotongan atau penjualan ternak mati.
Vaksinasi ternak sekaligus penelusuran epidemiologi pun dilakukan untuk mendata kasus-kasus baru atau kasus-kasus yang belum terlaporkan serta Identifikasi masalah di lapangan.
Vaksinasi antraks dilakukan di Girisubo dan Rongkop serta Kapanewon lain yang pernah dilaporkan Antraks pada tahun-tahun sebelumnya.
Untuk mengantisipasi penyebaran penyakit, pembatasan sementara dan pelarangan lalu lintas ternak keluar masuk dilokasi zona merah daerah kasus Kalurahan Bohol, Kapanewon Rongkop dan Kalurahan Tileng, Kapanewon Girisubo juga dilakukan.
"Diharapkan ternak-ternak mendapatkan kekebalan optimal pada saat puncak lalu lintas ternak kurban," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi