Vasektomi Syarat Bansos Jabar: Ekonom UGM Kecam Rencana Kontroversial Dedi Mulyadi

Wisnu turut menyinggung soal potensi risiko moral hazard.

Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 06 Mei 2025 | 21:44 WIB
Vasektomi Syarat Bansos Jabar: Ekonom UGM Kecam Rencana Kontroversial Dedi Mulyadi
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

SuaraJogja.id - Ekonom Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Wisnu Setiadi Nugroho, menyoroti rencana Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang ingin menjadikan KB vasektomi sebagai syarat untuk menerima bantuan sosial (bansos).

Menurut Wisnu, pendekatan tersebut justru berisiko menimbulkan diskriminasi dan ketidakadilan sosial.

Padahal masih banyak alternatif lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemiskinan.

"Anak lebih sedikit memang akan mengurangi kemiskinan karena pembagi resource rumah tangga berkurang. Namun, banyak alternatif lain," tegas Wisnu dikutip Selasa (6/5/2025).

Baca Juga:'Sudah Rentan, Direntankan Lagi' Gus Hilmy Kecam Wacana Vasektomi Syarat Bansos

Disampaikan Wisnu, kelompok keluarga miskin cenderung memiliki anggota rumah tangga lebih banyak dibanding kelas menengah atas.

Namun ketika kemudian menjadikan vasektomi sebagai syarat menerima bansos, kata dia, itu adalah kebijakan yang terlalu ekstrem.

Belum lagi dapat menimbulkan risiko sosial, bahkan kesan pemaksaan terhadap kelompok rentan.

"Niatnya mau membantu, tapi malah jadi eksklusivitas dalam sistem bantuan sosial. Padahal seharusnya kebijakannya inklusif dan berkeadilan," ucapnya

Jika kebijakan ini diimplementasikan, ia khawatir narasi yang akan berkembang akan berubah menjadi diskriminatif dan koersif.

Baca Juga:MBG Dihantui Keracunan: Cium, Lihat, Rasakan! Tips Jitu Dokter UGM Hindari Makanan Basi

Kondisi tersebut pada akhirnya akan menurunkan kepercayaan publik terhadap program bansos dan program pemerintah lainnya ke depan.

Vasektomi yang akan jadi syarat penerima Bansos di Jabar.
Vasektomi yang akan jadi syarat penerima Bansos di Jabar. Tapi India dan Tiongkok pernah menerapkan kebijakan serupa. Alih-alih berhasil kebijakan itu justru memunculkan berbagai persoalan sosial lanjutan seperti ketimpangan gender dan pelanggaran HAM. Pemerintah bisa melakukan hal lain seperti dengan mendorong voluntary family planning, memberikan insentif untuk kepesertaan program keluarga berencana tersebut

Sebagai saran, Wisnu mendorong pemerintah untuk kembali menghidupkan program Keluarga Berencana (KB) yang bersifat sukarela.

Ia menyebut pendekatan tersebut terbukti berhasil menurunkan angka kelahiran tanpa paksaan.

Banyak negara yang menggunakan pendekatan tidak langsung dalam menekan populasi penduduknya. Misalnya, di Amerika Serikat dan United Kingdom yang menerapkan kebijakan pembatasan tempat tinggal yang menyesuaikan jumlah kamar dengan jumlah penghuni.

"DI US dan UK, dibatasi dengan tempat tinggal [2n+1]. Rumah 2 kamar maksimal 5 orang. Selain itu, bisa edukasi keluarga berencana dan tawaran alternatif bentuk kontrasepsi lain," tuturnya.

Belum lagi menyoal dari sisi hak asasi manusia, Wisnu menegaskan bahwa hak reproduksi merupakan bagian dari hak dasar manusia yang tidak seharusnya diintervensi oleh negara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak