Beny menyebutkan, tantangan dalam pelaksanaan program MBG sangat besar meski baru dalam tahap ujicoba.
Apalagi kebutuhan makanan bergizi harus tersedia setiap hari secara berkelanjutan bagi ribuan siswa.
Ia pun menegaskan dari awal sudah ada peringatan bilamana program MBG menyangkut kepercayaan publik. Karenanya bila tidak ditangani secara profesional maka akan merusak kepercayaan masyarakat.
Contohnya tantangan teknis dalam produksi dan distribusi makanan yang membutuhkan waktu panjang. Ia menyebut makanan harus mulai dimasak sejak dini hari bagi ribuan siswa setiap harinya.
Baca Juga:Lampu Hijau dari Keraton, Polda DIY Segera Pindah Markas ke Lahan 7,5 Hektare
"Masak mulai jam 3 atau mungkin jam 4 pagi. Padahal makanan itu disajikan mulai jam 10 siang. Nah, itu kan sudah ada rentang waktunya. Kalau ini berproses, berarti ada proses memasak yang butuh waktu sekitar 5 sampai 6 jam," jelasnya.
Beny juga merespons keluhan soal beban guru yang semakin banyak karena menyiapkan MBG. Padahal seharusnya guru hanya fokus pada fungsi edukasi, bukan logistik makanan.
Alih-alih membebani guru, mestinya ada sekretariat yang bisa membantu guru dalam mendistribusikan MBG.
Sehingga sekolah bisa mengatur pendistribusian MBG tanpa mengganggu tugas utama guru.
"Tugas guru dari awal itu kan murni untuk melaksanakan tugas edukasi. Kalau ada tambahan, mestinya ya harusnya ada sekretariat yang bisa bantu guru dan kepala sekolah. Tapi kalau sampai guru berubah fungsi jadi pengelola, ya itu harus jadi bahan evaluasi juga," ungkapnya.
Baca Juga:Kantor Wakil Rakyat Dikunci, Aspirasi Pendidikan Terkunci? Hardiknas Berujung Ricuh di Yogyakarta
Beny menambahkan, program MBG saat ini masih dalam tahap ujicoba. Karenanya sangat wajar jika ditemukan sejumlah masalah yang harus diperbaiki.