Wisuda SMA/SMP Jadi Polemik? DIY Ganti dengan Acara Perpisahan yang Lebih Bermakna

Penyelenggaraan acara tersebut juga harus mendapat persetujuan dari orang tua dan siswa.

Muhammad Ilham Baktora
Minggu, 11 Mei 2025 | 21:23 WIB
Wisuda SMA/SMP Jadi Polemik? DIY Ganti dengan Acara Perpisahan yang Lebih Bermakna
Ilustrasi pelajar wisuda. (Pixabay)

SuaraJogja.id - Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY meminta sekolah-sekolah tidak menggelar wisuda bagi siswanya yang lulus.

Disdikpora bahkan sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) maupun sosialisasi langsung kepada para kepala sekolah.

"Kami sudah sosialisasi, tidak ada wisuda," papar Kadisdikpora DIY, Suhirman saat dikonfirmasi, Minggu (11/5/2025).

Kebijakan ini ditetapkan, menurut Suhirman agar tidak membebani finansial para orang tua. Sebab selama ini nominal biaya penyelenggaraan wisuda siswa seringkali tidak sedikit.

Baca Juga:Parangtritis Tak Mau Jadi 'Bali' Kedua: Wisata Malam Bakal Lebih Lokal

Apalagi banyak wisuda digelar di gedung atau hotel. Belum lagi ditambah biaya konsumsi, foto, busana dan lain sebagainya.

Alih-alih wisuda, Suhirman memperbolehkan sekolah menggelar acara pelepasan dengan konsep yang sederhana dan bermakna.

Namun penyelenggaraan acara tersebut juga harus mendapat persetujuan dari orang tua dan siswa.

"Juga tidak memberatkan secara biaya," ujarnya.

Sementara itu sejumlah sekolah di DIY pun akhirnya memutuskan tidak menggelar wisuda dan menggantinya dengan kegiatan laim.

Baca Juga:BUMDes DIY Siap Launching 15 Dapur Gizi, Dukung Program MBG dan Tekan Stunting

Sebut saja SMA Negeri 3 Yogyakarta yang mendukung kebijakan penghapusan wisuda Disdikpora DIY.

Sekolah itu mengganti kegiatan wisuda dengan seremoni penyerahan kembali siswa kepada orang tua.

Penyerahan kembali siswa dilangsungkan di sekolah, bukan di hotel atau gedung mewah.

"Siswa dan orangtua merasa lebih dapat rasa yang mendalam ketika diadakan di sekolah, akan menjadi kenang-kenangan yang melekat," papar Kepala SMAN 3 Yogyakarta, Suhirno.

Dalam acara itu, pihak sekolah menyerahkan ijazah, makan bersama, dan sesi foto. Panitia acara dibentuk paguyuban orang tua siswa alih-alih pihak sekolah.

Awalnya, lanjut Suhirno pihak sekolah sempat menawarkan opsi untuk tidak mengadakan acara pelepasan.

Namun mayoritas orang tua meminta tetap ada momen perpisahan sebagai kenang-kenangan terakhir selama anak mereka bersekolah di sana.

"Karenanya mereka membentuk kepanitiaan yang melibatkan pihak sekolah. Toh juga pelaksanaan secara sederhana. Artinya tidak dilarang, konsepnya kesederhanaan dan kebersamaan," jelasnya.

Kebijakan serupa juga diterapkan di SMA Negeri 6 Yogyakarta. Kepala SMAN 6, Sri Moerni menjelaskan, kegiatan wisuda diganti dengan acara bertajuk Serah Terima dan Tasyakuran Kelulusan. Acara ini diinisiasi langsung oleh paguyuban orang tua siswa kelas XII.

"Kegiatan dilaksanakan secara sederhana, tanpa pengalungan samir," paparnya.

Pihak sekolah, lanjutnya hanya membantu dalam pelaksanaan teknis dengan mengirimkan formulir digital kepada orang tua siswa sebagai sarana penjaringan pendapat.

Hasilnya, sekitar 90 persen siswa menyatakan ingin ada acara pelepasan yang dijadwalkan pada 18 Mei 2025 mendatang.

"Kami menyambut baik kebijakan penghilangan wisuda formal. Pendekatan ini membantu siswa untuk lebih fokus dalam mempersiapkan masa depan, termasuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi atau mengejar cita-cita mereka," imbuhnya.

Baru-baru ini wisuda yang dilakukan oleh sejumlah SMA atau SMP menjadi sorotan. Pasalnya upacara yang cukup dimaknai dengan pelepasan kini berubah menjadi sakral, bahkan menjadi polemik.

Polemik soal wisuda di jenjang SMP dan SMA memang sedang ramai dibahas belakangan ini.

Banyak pihak mempertanyakan apakah acara tersebut perlu dan masuk akal, mengingat istilah "wisuda" secara tradisional memang identik dengan kelulusan mahasiswa di perguruan tinggi.

Meski begitu istilah wisuda untuk diterapkan di jenjang SMA masih masuk akal dalam konteks ingin memberi penghargaan kepada siswa yang sudah menempuh pendidikan dengan baik.

Tapi istilah dan pelaksanaannya mungkin perlu dikaji ulang. Yang jadi persoalan bukan seremoni perpisahannya, tapi penggunaan istilah "wisuda" dan bentuk acaranya. Ketika acara itu terlalu mewah dan membebani, barulah muncul masalah.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak