"The time has come bahwa kita harus sekali lagi be more united, more collaborated, sambil offering solutions, sambil menjalankan apa yang harus kita jalankan," tegasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif TYI sekaligus Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam menanggapi krisis lingkungan global.
Ia menyebut kolaborasi TYI dengan Stanford University menjadi wujud komitmen pada pencarian solusi berbasis sains.
"Kita ingin Indonesia menjadi salah satu yang terdepan untuk bisa mewujudkan pertumbuhan termasuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, sustainable tapi juga berkeadilan," tegas AHY.
Krisis iklim, kata AHY, tidak bisa ditangani secara sepihak oleh satu negara saja. Kolaborasi menjadi kunci utama dalam menciptakan solusi yang berdampak nyata.
"Tidak ada negara sebesar apapun bisa berdiri dan bekerja sendirian. Kita harus membangun kerja sama strategis dan tentunya membutuhkan terobosan-terobosan," ujarnya.
Seperti diketahui, kondisi iklim saat ini sudah memasuki masa prihatin. Efek rumah kaca juga menjadi pemicu melelehnya kutub utara dan meningkatkan volume air.
Tak hanya itu, bencana alam yang terjadi di beberapa negara termasuk Indonesia dipicu karena kelalaian manusia juga.
Di Jogja tak jarang banjir kerap terjadi di beberapa ruas kota. Hal ini harusnya menjadi perhatian masyarakat dan pemerintah untuk lebih mementingkan lingkungan.
Baca Juga:Dalang Kebocoran Soal ASPD Terungkap, Disdikpora DIY dan Jogja Tak Beri Sanksi?
Selain itu edukasi masyarakat untuk terus berbenah terhadap lingkungannya harus mulai digalakkan sejak dini.