Selamatkan Industri Ekspor! Strategi Jitu Hadapi Gempuran Tarif AS: TKDN Jadi Kunci?

Kebijakan tarif baru dari AS dikhawatirkan akan memperburuk keadaan.

Muhammad Ilham Baktora
Kamis, 22 Mei 2025 | 17:50 WIB
Selamatkan Industri Ekspor! Strategi Jitu Hadapi Gempuran Tarif AS: TKDN Jadi Kunci?
Sesi diskusi publik bertajuk Gempuran Tarif AS: Ekonomi Indonesia di Ujung Tanduk? Dialog Krisis Mencari Solusi yang diselenggarakan oleh Suara.com dan Core Indonesia, di El Hotel Bandung, Selasa, 20 Mei 2025. [Dok.Suara.com]

SuaraJogja.id - Industri ekspor Indonesia saat ini menghadapi tekanan berat akibat gejolak ekonomi global, terutama kebijakan tarif dari Amerika Serikat.

Jawa Barat, sebagai pusat manufaktur dan ekspor nasional, menjadi wilayah yang paling terdampak oleh kondisi ini.

Para ekonom, pelaku industri, dan pengambil kebijakan nasional menyoroti berbagai ancaman sekaligus peluang yang muncul dari kondisi tersebut. Mereka mendorong perlunya solusi konkret dari level daerah hingga nasional untuk menyelamatkan industri ekspor Indonesia.

Topik ini menjadi pembahasan utama dalam diskusi publik bertajuk "Gempuran Tarif AS: Ekonomi Indonesia di Ujung Tanduk? Dialog Kritis Mencari Solusi" yang digelar oleh Suara.com bersama CORE Indonesia, Selasa 20 Mei 2025 di El Hotel Bandung.

Baca Juga:Gojek Inisiasi School Creative Hub: Gandeng 40 Ribu Pelajar untuk Majukan Pariwisata Lokal

Pemimpin Redaksi Suara.com, Suwarjono, menyatakan bahwa tekanan terhadap ekonomi Indonesia sudah terasa sejak awal tahun 2025.

"Bandung dipilih sebagai lokasi diskusi karena merupakan salah satu pusat ekspor nasional, khususnya untuk produk tekstil, alas kaki, hingga furnitur, yang kini tengah tertekan," ungkap Suwarjono.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nonmigas Jawa Barat ke Amerika Serikat pada Januari 2025 tercatat mencapai USD 499,53 juta atau sekitar 16,62 persen dari total ekspor nonmigas provinsi tersebut.

Sementara itu, ekspor dari Bandung ke AS pada Maret 2025 tercatat sebesar USD 7,7 juta.

Namun, penurunan permintaan dan persaingan dari produk impor menyebabkan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) di Bandung.

Baca Juga:Kreativitas Binaan Bersinar di IPPA Fest 2025, BRI Hadirkan Dukungan Nyata

Kebijakan tarif baru dari AS dikhawatirkan akan memperburuk keadaan, ditambah dengan meningkatnya arus masuk barang impor yang semakin membebani industri lokal.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, Ph.D., menyatakan bahwa perang dagang antara AS dan Tiongkok turut memberikan dampak signifikan terhadap ekspor Indonesia.

Ekspor Tiongkok ke AS turun hingga 10,5 persen pada 2025, sementara ekspor ke negara-negara ASEAN meningkat 19,1 persen.

Faisal juga mengungkapkan potensi impor ilegal dari Tiongkok yang mencapai USD 4,1 miliar, yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 65,4 triliun.

Kondisi ini diperparah dengan melemahnya nilai tukar Rupiah dan perlambatan ekonomi global.

Profesor Rina Indiastuti dari Universitas Padjadjaran menyoroti bahwa industri di Jawa Barat terutama sektor tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki telah mengalami tekanan besar, hingga menyebabkan beberapa perusahaan gulung tikar dan melakukan PHK massal.

Ketua APINDO Jawa Barat, Ning Wahyu Astutik, mengungkapkan bahwa pelaku usaha menghadapi tantangan berlapis.

Mulai dari ketidakpastian hukum dan iklim usaha, banjirnya produk impor (baik legal maupun ilegal), hingga regulasi yang tumpang tindih dan tidak sinkron.

Ia juga menyoroti proses perizinan yang kerap kali tidak transparan serta masalah tenaga kerja yang dipolitisasi.

Tak hanya itu, maraknya pungutan liar dan premanisme di sektor logistik turut menambah beban biaya operasional, sehingga membuat pelaku usaha lokal kehilangan daya saing.

Namun di tengah tantangan tersebut, masih terdapat peluang yang bisa dimanfaatkan.

Prof. Rina menekankan pentingnya memanfaatkan pergeseran rantai pasok global, salah satunya melalui rencana relokasi pabrik otomotif ke Jawa Barat.

Dengan basis manufaktur yang kuat dan beragam meliputi sektor otomotif, elektronik, tekstil, plastik, hingga farmasi Jawa Barat memiliki potensi besar untuk menjadi pusat inovasi industri, terutama jika didukung oleh universitas dan pusat riset.

Strategi penguatan industri nasional yang diusulkan antara lain adalah pengendalian impor dan peningkatan komponen lokal.

Mohammad Faisal menegaskan bahwa pengendalian impor bukan bertujuan proteksionis, melainkan untuk menjaga kedaulatan pasar domestik dan memastikan standar kualitas produk impor.

Penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) juga menjadi strategi penting dalam memperkuat industri nasional.

Penerapan skema ini terbukti berhasil di sektor elektronik, di mana produksi handphone, komputer, dan tablet meningkat tajam dari 0,1 juta unit (2013) menjadi 88,8 juta unit (2019), sementara impor turun drastis.

Faisal menekankan bahwa keberlanjutan skema TKDN sangat penting untuk mendorong investasi, memperkuat daya saing industri dalam negeri, dan membangun fondasi ekonomi nasional yang tangguh.

"Di tengah ketidakpastian ekonomi global, memperkuat ekonomi domestik bukan lagi pilihan, tapi sebuah keharusan," tegas Faisal.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak