Segera Digelar, Pentas Deru Debu Dari Dasar: Menghidupkan Debu, Meresapi Alam

Rendah hati seperti debu, rendah diri seperti abu. Fitri Setyaningsih, 2025

Fabiola Febrinastri | RR Ukirsari Manggalani
Senin, 16 Juni 2025 | 12:23 WIB
Segera Digelar, Pentas  Deru Debu Dari Dasar: Menghidupkan Debu, Meresapi Alam
Suasana konferensi pers rencana pementasan Deru Debu Dari Dasar. Tampak koreografer Fitri Setyaningsih (Dok: Deru Debu Dari Dasar)

SuaraJogja.id - Selama tiga tahun terakhir, koreografer Fitri Setyaningsih melakukan laku—sebuah ziarah tubuh ke gunung-gunung tua di Jawa. Dalam perjalanan itu, ia menyerap pengalaman bukan melalui metode akademik, tetapi lewat perjumpaan langsung dengan manusia, alam, dan waktu. Ia menjadikan tubuhnya sebagai medium sensori untuk mencerap, mencatat, dan akhirnya menyampaikan pengalaman tersebut melalui karya pertunjukan.

Deru Debu Dari Dasar, yang akan dipentaskan pada 21–22 Juni 2025 di Sarang Building, Yogyakarta, adalah bagian dari Trilogi Cincin Api—serangkaian karya tentang relasi tubuh manusia dan tubuh gunung. Karya ini menyampaikan sebuah pesan mendalam tentang hubungan manusia dengan alam, dan bagaimana kita seharusnya tidak hidup di atasnya, melainkan bersama dan di dalamnya.

“Karya ini ingin membawa pesan dari hati yang paling dalam: kita sebagai manusia yang paling sempurna di muka bumi itu punya kerendahan hati untuk menyelaraskan dengan alam. Orang jangan semena-mena mengambil dari alam, terutama material-material untuk mensupport kehidupan manusia,” ungkap Fitri Setyaningsih, koreografer dan direktur artistik pada konferensi pers (13/6/2025).

Gunung bak tubuh perempuan yang memiliki usia, siklus, rasa sakit, dan kemampuan untuk melahirkan (Dok: Deru Debu Dari Dasar)
Gunung bak tubuh perempuan yang memiliki usia, siklus, rasa sakit, dan kemampuan untuk melahirkan (Dok: Deru Debu Dari Dasar)

Debu sebagai Kehidupan, Bukan Akhir
Dalam karya ini, Fitri memilih debu sebagai elemen utama. Debu tidak dilihat sebagai sisa atau akhir, tetapi sebagai bagian yang hidup—yang merespons langkah kaki, embusan angin, dan kehadiran tubuh.

Baca Juga:Taman Pintar Yogyakarta Masih jadi Magnet, Ribuan Pengunjung Padati Libur Idul Adha 2025

“Saya tidak mengelola ledakan besar, tetapi justru letupan-letupan kecil itu—ketika lempengan-lempengan di bawah gunung bertemu. Bagaimana pergeseran dan pergerakannya. Debu yang saya temukan di gunung-gunung tua ini bukan objek mati.
Ketika tersentuh, dia hidup. Sama seperti perempuan, dalam keheningan mereka menyimpan koneksi yang dalam dan intuitif,” jelas Fitri.

Muhammad AB, produser Deru Debu Dari Dasar, menegaskan bahwa pendekatan ini sangat berbeda dari narasi dominan yang maskulin dalam melihat alam, “Dalam hal ini Mbak Fitri bukan mencari ledakannya, tetapi lebih pada prosesual yang lebih ke dalam. Makanya itu kenapa Mbak Fitri memilih debu sebagai elemen penting dalam pertunjukan ini,” tuturnya.

“Karya ini tidak sedang mengeksploitasi simbol alam, tetapi merawatnya, mengaktifkannya lewat tubuh, dan memberi ruang agar penonton bisa merasakan alam sebagai bagian dari dirinya sendiri.”

Gunung dalam karya Fitri bukan hanya lanskap fisik, melainkan tubuh perempuan yang memiliki usia, siklus, rasa sakit, dan kemampuan untuk melahirkan. Pendekatan ini dianggap penting oleh banyak pengamat karena menawarkan perspektif yang lebih
holistik dan inklusif.

Joko Suranto Gombloh, pengamat pertunjukan Dosen ISI Surakarta yang hadir dalam konferensi pers mengatakan, “Fitri selalu ingin melihat dari luar. Dari sinibarangkali ledakan-ledakan impulsif dari dalam itu ia tarik keluar, lalu ia gunakan untuk
menemukan signature dia di dalam gerak dan secara umum di dunia koreografi.”

Baca Juga:Lewat Pemberdayaan, BRI Antar UMKM Kopi Nusantara ke Pentas Global

“Spesial untuk karya ini, pandangannya tentang gunung sangat feminin. Yang jauh dari persepsi umum yang cenderung maskulin. Fitri saya kira tidak begitu saja mengambil perspektif itu—ia melakukan riset mendalam dari morfologi hingga sosial masyarakat, dari tanah hingga tanaman sekitar gunung. Itu semua ia rengkuh dan terinterpretasi dalam karyanya.”

Sebuah Peristiwa, Bukan Sekadar Pertunjukan
Disusun bersama Rendra Bagus Pamungkas, Luluk Ari Setia, dan Adi Putra, Deru Debu Dari Dasar menggunakan panggung Sarang Building sebagai ruang imersif. Penonton akan menyaksikan dari atas, memperhatikan tubuh-tubuh yang merespons suhu, bunyi, dan lingkungan dengan gerak yang tidak dikoreografikan secara baku, tetapi digali dari dalam.

Fitri mengajak para penampil “untuk menelusuri tubuh masing-masing, menembus batasan gerak maskulin dan feminin, hingga dapat menemukan motif gerak dari dalam tubuh mereka masing-masing.” 

Jadwal dan Tiket
Tanggal pertunjukan: 21–22 Juni 2025
Lokasi: Sarang Building 1, Jl Ambarbinangun 1, Kalipakis, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, DIY
Donasi tiket: Rp75.000 (Umum) | Rp50.000 (Pelajar/Mahasiswa)

Kapasitas terbatas: 200 penonton per hari
Reservasi: Melalui tautan di bio akun Instagram @trilogicincinapi
Narahubung: 081229303896 (doel)

Diproduksi oleh: Kementerian Kebudayaan, LPDP, Dana Indonesiana, Fitridanceworks Mitra Pendukung: SaRang, Langgar.co, Gelaran.id, Poster Seni, Buku Seni Rupa, Jogja Art Week ***

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak