Perang Iran-Israel Ancam Indonesia, Pakar Perdamaian Minta Prabowo Serukan Gencatan Senjata

Peran Indonesia sebagai negara dengan posisi strategis dan sejarah panjang dalam politik bebas aktif

Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 17 Juni 2025 | 18:37 WIB
Perang Iran-Israel Ancam Indonesia, Pakar Perdamaian Minta Prabowo Serukan Gencatan Senjata
Sebuah gedung di Israel meletup usai mendapat hantaman rudah dari militer Iran. [Suara.com]

SuaraJogja.id - Eskalasi sengit antara Israel dan Iran saat ini sudah terjadi sepekan terakhir. Kedua negara saling serang udara dan misil. Tercatat ratusan orang tewas.

Situasi ini memicu kekhawatiran global, terutama soal pengamanan jalur minyak lewat Selat Hormuz. Apalagi dalam perkembangan terbaru, Israel bahkan menargetkan fasilitas nuklir dan bahan bakar di Natanz, Isfahan, serta fasilitas gas South Pars yang menyebabkan kebakaran besar.

Iran membalas dengan peluncuran ratusan misil dan drone ke wilayah Israel.

Kepala Pusat Studi dan Pengembangan Perdamaian (PSPP) UKDW, Jozef Hehanusa di Yogyakarta, Selasa (17/6/2025) menilai, konflik bersenjata antara Iran dan Israel yang terus memanas dinilai memiliki potensi besar mengguncang stabilitas global, termasuk sektor ekonomi dunia.

Baca Juga:Konflik India-Pakistan sempat Memanas, AirNav Pastikan Tak Ada Pengaruh di Langit Indonesia

Karenanya Presiden RI Prabowo Subianto didorong untuk mengambil peran aktif dalam diplomasi internasional dengan menyerukan gencatan senjata.

"Konflik Iran dan Israel ini bukan hanya soal politik atau agama semata, ini tentang pertunjukan kekuatan dan perebutan pengaruh global. Dampaknya bukan cuma di sana, tapi juga sampai ke Asia, termasuk Indonesia," kata dia.

Menurut Jozef, peran Indonesia sebagai negara dengan posisi strategis dan sejarah panjang dalam politik bebas aktif sangat penting di tengah ketegangan dua negara di Timur Tengah tersebut.

Ia menyebut, konflik yang awalnya bersifat regional bisa berdampak sistemik pada rantai pasok global, harga energi, dan kestabilan ekonomi nasional.

Jozef mencontohkan dampak nyata dari konflik global sebelumnya seperti perang Rusia-Ukraina menyebabkan lonjakan harga BBM dan pangan.

Baca Juga:Sejumlah Kelompok Pemuda Terlibat Perang Sarung di Ngemplak Sleman, Polisi Turun Tangan

Krisis serupa sangat mungkin terjadi jika ketegangan Iran-Israel terus meningkat, mengingat keduanya merupakan pemain besar dalam pasar minyak dunia.

"Ketika Rusia dan Ukraina berkonflik, kita langsung kena imbasnya. Harga energi naik, distribusi terganggu. Konflik Iran-Israel bisa jauh lebih besar dampaknya karena menyangkut Selat Hormuz yang menjadi jalur utama distribusi minyak dunia," tandasnya.

Selain seruan gencatan senjata, lanjut Jozef, pemerintah Indonesia paling tidak mendorong adanya dialog damai atau ajakan untuk duduk bersama dan membicarakan persoalan secara baik. Karena kalau dibiarkan, ini akan terus menimbulkan dampak global.

Apalagi PSPP sendiri telah lama melakukan kajian atas berbagai konflik internasional dan hubungannya dengan kehidupan masyarakat domestik.

Salah satu yang menjadi sorotan lembaga ini adalah bagaimana sikap pemerintah dalam merespons isu-isu global bisa memberi arah bagi kebijakan ekonomi, sosial, dan diplomatik.

Dalam konteks itu, Jozef menilai Indonesia tidak boleh bersikap netral pasif.

Ia menyarankan agar Presiden Prabowo menyampaikan sikap resmi melalui forum internasional seperti ASEAN atau PBB, setidaknya dengan mengimbau semua pihak untuk duduk bersama dan mengupayakan jalan damai.

"Seruan gencatan senjata itu penting, tapi lebih penting lagi adalah membuka ruang dialog damai. Presiden Prabowo bisa memposisikan Indonesia sebagai mediator yang kredibel. Kita punya sejarah panjang sebagai penyeru perdamaian," ungkapnya.

Ia juga mengingatkan eskalasi konflik Timur Tengah sering kali berimbas pada munculnya polarisasi di dalam negeri, baik dari sisi sosial-politik maupun ekonomi.

Kampanye boikot produk, misalnya, kerap kali berdampak pada pelaku usaha lokal dan pemutusan hubungan kerja.

Selain dampak ekonomi, konflik juga menimbulkan ancaman terhadap stabilitas sosial. Apalagi jika narasi-narasi kebencian tidak dikelola dengan baik.

"Ketika masyarakat menanggapi konflik dengan reaksi emosional seperti boikot masif terhadap produk tertentu, yang terdampak justru tenaga kerja di dalam negeri. Ini efek domino yang seharusnya bisa diantisipasi lewat kepemimpinan diplomatik," ujarnya.

Karena itu, PSPP juga mendorong peran aktif banyak pihak dalam menyebarkan perspektif damai.

Saat ini kesempatan Indonesia untuk tampil sebagai kekuatan moral dan diplomatik sangat terbuka, apalagi di era kepemimpinan baru.

"Kita berharap Presiden Prabowo menggunakan momen ini untuk menunjukkan kepemimpinan global, bukan dengan kekuatan militer, tapi dengan suara damai yang mampu menjembatani perbedaan. Dunia membutuhkan lebih banyak pemimpin yang berani bicara damai, bukan justru menambah bara," ungkapnya.

Sementara Kepala Center of Immersive Technology and Creative Innovation (Citaci) UKDW, Antonius Rachmat mengungkapkan peran teknologi dalam menciptakan perdamaian dunia kian mendapat perhatian, salah satunya melalui pengembangan metaverse dan simulasi game berbasis virtual reality (VR).

Teknologi simulatif kini mulai diarahkan untuk memetakan dan menyelesaikan konflik secara imersif, sekaligus membentuk kesadaran kolektif tentang pentingnya dialog dan empati antar bangsa.

"Dalam bentuk game simulasi, misalnya, pengguna bisa bertanya: ‘Kalau saya dalam situasi seperti ini, saya harus bagaimana?’ Simulasi ini bisa menjadi ruang aman untuk memahami konflik tanpa kekerasan," paparnya.

Saat ini, teknologi VR dipilih karena kemudahannya. Namun, visi jangka panjang dari proyek ini jauh lebih ambisius yakni menciptakan simulasi yang mampu menangkap kompleksitas emosi, budaya, hingga dinamika geopolitik melalui metafora digital, bagian dari ekosistem metaverse yang lebih luas.

"Harapannya bukan hanya VR, tapi bisa sampai ke level metafora. Tapi untuk itu, kita butuh ekosistem yang kuat. Sekarang kami bekerja sama dengan Mango, platform dari Thailand, untuk membangun itu," jelasnya.

Melalui kolaborasi dengan Mango, pengembang Indonesia tengah menyusun sistem simulasi yang memungkinkan pengguna dari berbagai belahan dunia untuk “masuk” ke dalam narasi konflik.

Bahkan bisa menjadi aktor damai, dan mengalami konsekuensi pilihan mereka secara langsung melalui sebuah metode edukatif yang diyakini lebih efektif dibanding teori-teori konvensional.

Penggunaan metaverse dalam upaya perdamaian ini menciptakan ruang interaktif bagi masyarakat global untuk memahami perspektif pihak lain.

Dengan memfasilitasi pengalaman yang imersif dalam konflik dan resolusinya, teknologi ini tidak hanya menjembatani pemahaman lintas budaya.

"Tapi juga membangun empati, toleransi, dan keinginan untuk mencari solusi tanpa kekerasan," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak