SuaraJogja.id - Meski berbagai upaya dilakukan, sampah masih jadi persoalan serius yang harus dihadapi DIY.
Selain desentralisasi di tingkat kabupaten/kota, DPRD DIY mendesak Pemda untuk mengambil langkah tegas dalam mengatasi persoalan sampah, khususnya di kawasan wisata dan situs budaya.
Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto usai kunjungan ke Museum Perjuangan Rakyat Bali dalam rangkaian program Sinau Pancasila, Selasa (24/6/2025) mengungkapkan, Pemda DIY bisa belajar dari Pemprov Bali yang mengeluarkan Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025, produksi dan distribusi air minum dalam kemasan plastik di bawah 1 liter juga dilarang.
Selain itu, Surat Edaran Sekretaris Daerah Bali Nomor 2 Tahun 2025 mewajibkan penggunaan tumbler dan melarang plastik sekali pakai di lingkungan instansi pemerintah dan sekolah.
Baca Juga:Kota Jogja 'Kepung' Sampah Sungai dengan Trash Barrier, Strategi Jitu atau Sekadar Pencitraan?
"Kita belajar banyak dari Bali. Museum ini tidak hanya menyampaikan nilai sejarah perjuangan, tapi juga menerapkan kebijakan lingkungan yang konkret. Tidak ada plastik di sini. Minuman disediakan dalam teko, makanan disajikan tanpa kemasan plastik, dan semua pengunjung diajak sadar akan pentingnya menjaga kebersihan," ujar dia.
Eko mengaku terinspirasi oleh kebijakan ramah lingkungan yang diterapkan Museum Perjuangan Rakyat Bali.
Selain menampilkan narasi perjuangan rakyat Bali dalam memperjuangkan kemerdekaan, museum seluas 13 hektar ini juga menjadi contoh pengelolaan kawasan budaya yang bersih dan bebas dari plastik sekali pakai.
Museum Perjuangan Rakyat Bali juga memiliki sistem lanskap terbuka yang mendukung kualitas udara dan sirkulasi oksigen di kawasan kota.
Hal ini menurut Eko dapat menjadi inspirasi penting bagi Pemda DIY, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, untuk mulai mengintegrasikan aspek lingkungan dalam pembangunan kawasan budaya.
Baca Juga:Bangun Insinerator Swadaya, Warga Kricak Kidul Sulap Sampah Residu jadi Energi
Apalagi museum bukan hanya ruang pajang sejarah. Namum juga harus menjadi ruang hidup yang selaras dengan alam.
"Kawasan ini bukan sekadar museum, tapi juga paru-paru kota. Kalau kita bicara tentang pembangunan destinasi budaya yang berkelanjutan, maka pengelolaan ruang terbuka dan bebas sampah adalah fondasi utamanya," tandasnya.
Eko menyebutkan konsep bebas plastik sangat relevan untuk diterapkan di Yogyakarta, terutama di kawasan-kawasan wisata dan situs budaya seperti Malioboro, Kotagede, dan kawasan Kraton yang selama ini masih menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sampah.
"Kami akan merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah DIY untuk menerapkan kebijakan larangan penggunaan plastik sekali pakai di destinasi wisata dan budaya. Ini penting untuk menjaga citra Jogja sebagai kota budaya yang bersih, ramah lingkungan, dan berkelanjutan," ungkapnya.
Karenanya Pemda DIY diminta tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik destinasi. Namun juga menyiapkan sistem pendukung seperti tempat sampah terpilah, fasilitas isi ulang air minum, dan edukasi berkelanjutan kepada wisatawan serta pelaku usaha.
Eko menambahkan, sudah saatnya DIY, sebagai daerah istimewa dengan status kota budaya, mengambil langkah lebih berani dalam urusan lingkungan.
- 1
- 2