Ironi Yogyakarta: Kota Pendidikan dan Pariwisata Dilanda PHK, Pemerintah Akui Job Fair Tak Efektif?

Ini bukan sekadar angka statistik, ini adalah sinyal bahaya bagi stabilitas ekonomi dan sosial di DIY.

Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 15 Juli 2025 | 19:35 WIB
Ironi Yogyakarta: Kota Pendidikan dan Pariwisata Dilanda PHK, Pemerintah Akui Job Fair Tak Efektif?
Ilustrasi PHK. (Pixabay)

SuaraJogja.id - Yogyakarta, kota yang dikenal dengan denyut pendidikan dan pariwisatanya, kini tengah menghadapi realita pahit.

Di balik citra romantisnya, badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) telah menerjang, membuat 2.495 pekerja kehilangan mata pencaharian hanya dalam separuh pertama tahun 2025.

Ini bukan sekadar angka statistik, ini adalah sinyal bahaya bagi stabilitas ekonomi dan sosial di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Sleman Jadi Episentrum, Garmen Jadi Korban Utama

Baca Juga:Jokowi Dipolisikan Rismon Sianipar soal Ucapan di Dies Natalis UGM 2017? Polda DIY Bilang Begini

Data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY menunjukkan gambaran yang mengkhawatirkan. Kabupaten Sleman, wilayah yang identik dengan pertumbuhan pesat, justru menjadi episentrum badai PHK ini.

Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Disnakertrans DIY, R. Darmawan, memaparkan rincian yang membuat kita mengelus dada.

"Laporan dari kabupaten/kota jumlahnya mencapai 2.495. Yang paling banyak itu Sleman," ujarnya dikutip, Selasa (15/7/2025).

Untuk memahaminya lebih jelas, mari kita bedah angkanya:

Sleman: 1.940 kasus

Baca Juga:Haji Jalur Laut: Mimpi atau Ilusi? Kemenag DIY Ungkap Fakta Terkini

Bantul: 360 kasus

Kota Yogyakarta: 123 kasus

Kulon Progo: 32 kasus

Gunungkidul: 29 kasus

Lalu, siapa yang paling terpukul? Sektor garmen menjadi korban utamanya.

"Yang paling terdampak itu sektor garmen. Karena ada kebakaran, juga karena ekspornya turun tajam, akhirnya perusahaan tidak mampu membayar dan melakukan PHK," jelas Darmawan.

Kombinasi musibah dan pelemahan pasar global menjadi pukulan telak yang memaksa perusahaan merumahkan ribuan pekerjanya.

Solusi Pemerintah: Antara Harapan dan Kritik Tajam

Pemerintah tidak tinggal diam. Kepala Disnakertrans DIY, Aria Nugrahadi, menegaskan bahwa PHK adalah opsi terakhir.

Ketika tak terhindarkan, hak-hak pekerja seperti pesangon, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), dan Jaminan Hari Tua (JHT) wajib dipenuhi.

"Terjadinya PHK itu tidak diinginkan oleh perusahaan, tenaga kerja, maupun pemerintah. Maka, PHK itu harus menjadi opsi terakhir," tegas Aria.

Sebagai jaring pengaman, pemerintah menawarkan program JKP hingga pelatihan peningkatan kapasitas di balai latihan kerja (BLK) untuk membantu korban PHK agar bisa kembali berdaya saing.

Namun, di tengah upaya tersebut, sebuah kritik tajam justru datang dari internal pemerintah sendiri, menyorot salah satu solusi paling populer: job fair.

Aria Nugrahadi secara terbuka menilai perlunya pembenahan fundamental dalam penyelenggaraan job fair yang selama ini sering digelar.

Menurutnya, acara bursa kerja tidak boleh lagi hanya bersifat seremonial.

"Pra-job fair itu penting. Harus ada sinkronisasi antara kebutuhan dunia usaha dan kompetensi pencari kerja. Setiap pelaksanaan job fair juga harus dievaluasi agar hasilnya terukur, bukan sekadar terlaksana," kritik Aria.

Pernyataan ini seolah menjadi tamparan keras. Di saat ribuan orang putus asa mencari kerja, efektivitas job fair dipertanyakan.

Apakah selama ini job fair hanya menjadi ajang formalitas tanpa benar-benar memetakan kebutuhan riil industri dan kemampuan para pencari kerja? Ini adalah pertanyaan krusial yang harus dijawab.

Waktunya Berbenah, Bukan Sekadar Bertahan

Gelombang PHK di DIY, khususnya di Sleman, adalah cerminan dari tantangan ekonomi yang lebih besar.

Solusi yang ditawarkan pemerintah, seperti program JKP dan pelatihan, memang penting.

Namun, kritik terhadap job fair menunjukkan adanya kesadaran bahwa strategi yang lebih cerdas dan terukur sangat dibutuhkan.

Kini, bola panas ada di tangan pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan.

Mampukah mereka merancang solusi yang tidak hanya reaktif, tetapi juga strategis untuk menyambungkan kembali para pencari kerja dengan industri yang membutuhkan?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak