SuaraJogja.id - Yogyakarta tak lagi hanya tentang Malioboro, Keraton, atau Kotagede. Pemerintah Kota Yogyakarta kini secara agresif mendorong kawasan elit peninggalan Belanda, Kotabaru, sebagai destinasi wisata cagar budaya andalan yang baru.
Melalui perpaduan pelestarian sejarah dengan injeksi seni dan kreativitas kontemporer, Kotabaru disulap dari sekadar kawasan pemukiman tua menjadi ruang hidup yang dinamis.
Momentum transformasi ini mencapai puncaknya dalam gelaran Lawatan Nusaraya 2025 yang dihelat pada 6–10 Agustus 2025.
Acara yang menjadi bagian dari Rapat Kerja Nasional XI Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) ini sukses mengubah Kotabaru menjadi panggung utama bagi para pegiat seni, komunitas, dan delegasi kota pusaka se-Nusantara.
Baca Juga:Bye-bye Maguwoharjo? PSIM Jogja Mantap Bidik Stadion Sultan Agung Sebagai Kandang Super League
Langkah ini adalah bagian dari strategi besar untuk memberikan wajah baru pada aset bersejarah Yogyakarta.
Kotabaru tidak lagi ditampilkan sebagai artefak beku, melainkan sebagai kawasan yang hidup, beradaptasi, dan relevan dengan zaman.
"Kotabaru adalah salah satu dari empat kawasan cagar budaya yang kami dorong menjadi mandiri dan otonom dalam pengelolaan asetnya, bersama Keraton, Kotagede, dan Kampung Bintaran. Melalui Lawatan Nusaraya, kami ingin menunjukkan bahwa pelestarian bisa berjalan seiring dengan pengembangan dan pemanfaatan," papar Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti di Yogyakarta, Sabtu (9/8/2025).
Secara historis, Kotabaru dibangun pada awal abad ke-20 sebagai pusat hunian mewah bagi para pejabat kolonial Belanda.
![Sejumlah pengunjung melihat kawasan cagar budaya di Kotabaru Yogyakarta, Sabtu (9/8/2025). [Suara.com/Putu]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/09/84399-wisata-kolonial-jogja.jpg)
Ciri khasnya seperti tata ruang teratur, jalanan yang lebar, hingga deretan bangunan bergaya Indische yang megah masih kokoh berdiri hingga hari ini, menjadi saksi bisu jejak masa lalu.
Baca Juga:Marak Pembangunan Abaikan Lingkungan, Lanskap Ekosistem DIY Kian Terancam
Kini, statusnya sebagai Kawasan Cagar Budaya membuka babak baru. Pemerintah tidak hanya berfokus pada konservasi fisik, tetapi juga pemanfaatan ruang untuk kegiatan yang menarik minat publik, khususnya generasi muda.
Pameran seni, festival budaya, hingga tur sejarah menjadi 'nyawa' baru yang disuntikkan ke dalam arteri kawasan ini.
Selama Lawatan Nusaraya 2025, tiga lokasi utama diperkenalkan sebagai ikon wisata baru di Kotabaru. Pertama, Bentara Budaya Yogyakarta (BBY) yang menjadi tuan rumah pameran Ritus Raya, sebuah interpretasi modern terhadap siklus hidup manusia.
"Pameran ini memadukan kekayaan simbolik masa lalu dengan tafsir modern, membuka ruang interpretasi bagi pengunjung," jelas Yetti.
Kedua adalah Rumah Pramudya, sebuah bangunan lawas yang dialihfungsikan menjadi ruang arsip hidup tentang sejarah dan dinamika sosial Kotabaru tempo dulu. Titik ketiga, Rumah Budaya Kota Baru, menjadi etalase yang memamerkan pusaka, wastra, dan produk desain inovatif dari anggota JKPI.
"Kawasan ini menjadi titik temu antara warisan tradisi dan inovasi industri kreatif," lanjutnya.