Lebih jauh, Nezar menekankan persoalan ini harus dilihat dari hulu hingga hilir.
Ia mencontohkan hal tersebut seperti pendataan penggunaan SIM card atau kartu SIM.
"Pendataan di SIM card ini harus sesuai dengan data yang ada di NIK. Ini sejalan dengan framework hukum satu data itu. Satu data Indonesia di mana data kependudukan itu adalah data induk. Jadi dari pangkalan data di mana kita bisa melakukan autentikasi dan verifikasi," ucapnya.
"Kalau enggak salah sejauh ini satu orang bisa punya tiga SIM card. Jadi ada juga yang mencoba meng-cloning data itu kan, lalu kemudian dijual dengan bebas, beli SIM card di ketengan gitu, orang bisa bebas pakai," tambahnya.
Baca Juga:Kemkomdigi Gaet Orang Tua dan Pakar Susun Aturan Medsos untuk Anak
Praktik jual-beli SIM card secara bebas itu kemudian menjadi celah terjadinya penyalahgunaan identitas.
"Nah akibatnya scamming kemudian kejahatan-kejahatan online ya, dengan identitas palsu atau memakai data orang lain itu terjadi," imbuhnya.
Oleh sebab itu, ia menegaskan, yang dimaksud wacana satu orang satu akun medsos itu memang seharusnya dipahami sebagai bagian dari penataan data pribadi berbasis single ID dan digital ID.